Perilaku bunuh diri.
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
Bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan disengaja untuk mengakhiri kehidupan. Individu secara sadar berkeinginan untuk mati sehingga melakukan tindakan-tindakan untuk mewujudkan keinginan tersebut.
Perilaku bunuh diri disebabkan karena individu mempunyai koping tidak adaptif akibat dari gangguan konsep diri: harga diri rendah.
Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh diri adalah mencederai diri dengan tujuan mengakhiri hidup.
Perilaku yang muncul meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada diri sendiri.
III.
B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
1. Perilaku bunuh diri
a. DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.
b. DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri.
2. Koping maladaptif
a. DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.
b. DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai diri berhubungan dengan perilaku bunuh diri (suicide).
2. Perilaku bunuh diri (suicide) berhubungan dengan koping maladaptif.
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
a. Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri.
b. Tujuan khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1.1. Perkenalkan diri dengan klien
1.2. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
1.3. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
1.4. Bersifat hangat dan bersahabat.
1.5. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
2. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
2.1. Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
2.2. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
2.3. Awasi klien secara ketat setiap saat.
3. Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
3.1. Dengarkan keluhan yang dirasakan.
3.2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.
3.3 Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.
3.4. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lain lain.
3.5. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.
4. Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
4.1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
4.2. Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
4.3. Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
5. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
5.1. Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat dll.).
5.2. Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.
5.3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif.
6. Klien dapat menggunakan dukungan sosial
Tindakan:
6.1. Kaji dan manfaatkan sumber sumber ekstemal individu (orang orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).
6.2. Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).
6.3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).
7. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
Tindakan:
7.1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).
7.2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).
7.3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
7.4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.