Pengertian
Gambaran klasik hematoma epidural adalah kehilangan kesadaran sementara pada waktu trauma. Gangguan kesadaran ini membaik tanpa kelainan neurologik. Kemudian terjadi gangguan kesadaranyang kedua dengan didahului oleh nyeri kepala. Pada saat trauma, terjadi robekan dan perdarahan dari a. meningea media. Perdarahan kemudian berhenti oleh karena spasme pembuluh darah dan pembentukan gumpalan darah. Beberapa jam kemudian terjadi perdarahan ulang; penumpukan darah di ruang epidural_ini akan melepaskan duramater dari tulang tengkorak. Pada waktu nyeri kepala menghebat dan kesadaran menurun, telah terjadi kenaikan tekanan intrakranial yang kedua. Padasaat ini timbul gejala-gejala distorsi otak. Begitu kemampuan kompensasi ruang intrakranial habis, keadaan umum penderita dengan cepat menurun. Tampak pelebaran pupil ipsilateral (80%), oleh karena herniasi bagian mesial dari lobus temporalis menekan n. okulomotorius. (dr. Leksmono dkk)
- penurunan kesadaran bertambah.
- hemiparesis kontralateral (dapat juga ipsilateral).
- deserebrasi.
Bila keadaan berlanjut tanpa tindakan, timbul
- Pernapasan Cheyne Stokes.
- refleks pupil dan respon kalorik negatif.
- pernapasan paralitik, bradikardi dan akhirnya meninggal.
Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut lesi primer. Lesi primer ini dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak, jaringan otak, saraf otak maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar otak. Pada tulang tengkorak dapat terjadi fraktur linier (±70% dari fraktur tengkorak), fraktur impresi maupun perforasi. Penelitian pada lebih dari 500 penderita trauma kepala menunjukkan bahwa hanya ± 18% penderita yang mengalami fraktur tengkorak. 10 Fraktur tanpa kelainan neurologik, secara klinis tidak banyak berarti.
Perdarahan epidural biasanya terjadi karena robekan arteri/vena meningea media atau cabang-cabangnya oleh fraktur li-nier tengkorak di daerah temporal. Kumpulan darah di antara duramater dan tulang ini akan membesar dan menekan jaringan otak ke sisi yang berlawanan, herniasi unkus dan akhirnya terjadi kerusakan batang otak. Keadaan ini terdapat pada 1 - 3%penderita trauma kapitis dan dapat berakibat fatal bila tidakmendapat pertolongan dalam 24 jam. (dr.Leksmono,dkk)
Sebagai akibat perdarahan pada lapisan otak yang terdapat pada permukaan bagian dalam dari tengkorak. Hematoma epidural sebagai keadaan neurologis yang bersifat emergensi dan biasanya berhubungan dengan linear fracture yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehinga menimbulkan perdarahan.Venous epidural hematoma berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematoma terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk kedalam ruang epidural. Bila terjadi perdarahan arteri maka hematoma akan cepat terjadi.Gejalanya adalah penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual dan muntah.Klien diatas usia 65 tahun dengan peningkatan ICP berisiko lebih tinggi meninggal dibanding usia lebih mudah.
Etiologi
Penyebab hematoma epidural biasanya adalah trauma, walaupun perdarahan spontan juga diketahui terjadi. Ini bias terjadi akibat kecelakaan lalu lintas atau jatuh. Hematoma epidural umunya terjadi akibat hantaman pada sisi kepala dan seringkali diakibatkan oleh sebuah fraktur yang melewati saluran artetirial dalam tulang, paling umu pecahnya tulang temporal yang mengganggu arteti meningeal tengah, sebuah cabang carotid eksternal. Sehingga hanya 20 hingga 30% hematoma epidural yang terjadi di luar area tulang temporal.
Manifestasi Klinik
Gejala ditimbulkan oleh hematoma luas. Disebabkan oleh perluasan hematoma. Biasanya terlihat kehilangan kesadaran sebentar pada saat cedera, diikuti dengan pemulihan yang nyata secara perlahan-lahan (interval yang jelas). Ini harus dicatat walaupun interval nyata merupakan karakteristik dari hematoma epidural, hal ini tidak terjadi kira-kira 15% dari pasien dengan lesi tersebut. Selam interval tertentu, kompensasi terhadap hematoma luas terjadi melalui absorpsi cepat CSS dan penurunan folume intravaskuler, yang mempertahankan TIK normal. Ketika mekanisme ini tidak dapat mengompensasi lagi, bahkan peningkatan kecil sekalipun dalam volume bekuan darah menimbulkan peningkatan TIK nyata. Kemudian, sering tiba-tiba, tanda kompresi timbul (biasanya penyimpangan kesadaran dan tanda devisit neurologik fokal seperti dilatasi dan fiksasi pupil atau paralisis eksremitas), dan pasien menunjukan penurunan dengan cepat.
Penatalaksanaan
Setelah penatalaksanaan gawat darurat berdasarkan urutan Airway, Breahing, Circulation, dst, dilakukan operasi untuk mengeluarkan hematom tersebut. Secara beurutan antara lain :
1. Pemeriksaan fisik
Hal terpenting yang pertama kali dinilai ialah status fungsi vital dan status kesadaran pasien. Ini tiaras dilakukan sesegera mungkin bahkan mendahului anamnesis yang teliti.
a. Status fungsi vital
Seperti halnya dengan kasus kedaruratan lainnya, hal terpenting yang dinilai ialah :
o Jalan nafas ¬ airway dan pernafasan ¬ breathing, usahakan agar jalan nafas selalu bebas, bersihkan lendir dan darah yang dapat menghalangi aliran udara pemafasan. Bila perlu dipasang pipa naso/orofaringeal dan pemberian oksigen.
o Nadi dan tekanan darah ¬ cireulation, Infus dipasang terutama untuk membuka jalur intravena : gunakan cairan NaC1 0,9% atau Dextrose in saline.
b. Status kesadaran
Dewasa ini penilaian status kesadaran secara kualitatif, terutama pada kasus cedera kepala sudah mulai ditinggalkan karena subyektivitas pemeriksa; istilah apatik, somnolen, sopor, coma, sebaiknya dihindari atau disertai dengan penilaian kesadaran yang lebih obyektif, terutama dalam keadaan yang memerlukan penilaian/perbandingan secara ketat. Cara penilaian kesadaran yang luas digunakan ialah dengan Skala Koma Glasgow; cara ini sederhana tanpa memerlukan alat diagnostik sehingga dapat digunakan baik oleh dokter maupun perawat. Melalui cara ini pula, perkembangan/perubahan kesadaran dari waktu ke waktu dapat diikuti secara akurat.
c. Status Neurologik Lain
Selain status kesadaran di atas pemeriksaan neurologik pada kasus trauma kapitis terutama ditujukan untuk mendeteksi adanya tanda-tanda fokal yang dapat menunjukkan adanya kelainan fokal, dalam hal ini perdarahan intrakranial.
Tanda fokal tersebut ialah : anisokori. presis/parahisis, refleks patologik sesisi.
d. Hal-hal Lain
Selain cedera kepala, harus diperhatikan adanya kemungkinan cedera di tempat lain; trauma thorax, trauma abdomen, fraktur iga atau tulang anggota gerak harus selalu dipikirkan dan dideteksi secepat mungkin.
2. Pemeriksaan Tambahan
Peranan foto Ro tengkorak banyak diperdebatkan manfaatnya, meskipun beberapa rumah sakit melakukannya secara rutin. Selain indikasi medik, foto Ro tengkorak dapat dilakukan atas dasar indikasi legal/hukum. Foto Rô tengkorak biasa (AP dan Lateral) umumnya dilakukan pada keadaan : defisit neurologik fokal, liquorrhoe, dugaan trauma tembus/fraktur impresi. hematoma luas di daerah kepala. Pada keadaan tertentu diperlukan proyeksi khusus, seperti proyeksi tangensial pada dugaan fraktur impresi, proyeksi basis path dugaan fraktur basis dan proyeksi khusus lain pada dugaan fraktur tulang wajah. Perdarahan intrakranial dapat dideteksi melalui pemeriksaan arterografi karotis atau CT Sean kepala yang lebih disukai, karena prosedurnya lebih sederhana dan tidak invasif, dan hasilnya lebih akurat. Meskipun demikian pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan di setiap rumah sakit.
Selain indikasi tersebut di atas, CT Sean kepala dapat dilakukan pada keadaan : perburukan kesadaran, dugaan fraktur basis cranii, kejang.
3. Pengobatan
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:
a. Hiperventilasi, bertujuan untuk menurunkan paO2 darah sehingga mencegah vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga dapat membantu menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi kemungkinan asidosis. Bila dapat diperiksa, paO2 dipertahankan > 100 mmHg dan paCO2 di antara 25¬30 mmHg.
b. Cairan hiperosmoler, umumnya digunakan cairan Manitol 10¬-15% per infus untuk "menarik" air dari ruang intersel ke dalam ruang intravaskular untuk kemudian dikeluarkan melalui diuresis. Untuk memperoleh efek yang dikehendaki, manitol harus diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu singkat, umumnya diberikan : 0,5¬1 gram/kg BB dalam 10¬30 menit. Cara ini berguna pada kasus-kasus yang menunggu tindakan bedah. Pada kasus biasa, harus dipikirkan kemungkinan efek rebound; mungkin dapat dicoba diberikan kembali (diulang) setelah beberapa jam atau keesokan harinya.
c. Kortikosteroid, penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak beberapa waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa kortikosteroid tidak/kurang bermanfaat pada kasus cedera kepala. Penggunaannya berdasarkan pada asumsi bahwa obat ini menstabilkan sawar darah otak. Dosis parenteral yang pernah dicoba juga bervariasi : Dexametason pernah dicoba dengan dosis sampai 100 mg bolus yang diikuti dengan 4 dd 4 mg. Selain itu juga Metilprednisolon pernah digunakan dengan dosis 6 dd 1¬5 mg dan Triamsinolon dengan dosis 6 dd 10 mg.
d. Barbiturat, digunakan untuk mem"bius" pasien sehingga metabolisme otak dapat ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari kemungkinan kerusakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen berkurang. Cara ini hanya dapat digunakan dengan pengawasan yang ketat.
e. Cara lain, pada 24-¬48 jam pertama, pemberian cairan dibatasi sampai 1500¬2000 ml/24 jam agar tidak memperberat edema jaringan. Ada laporan yang menyatakan bahwa posisi tidur dengan kepala (dan leher) yang diangkat 30° akan menurunkan tekanan intrakranial. Posisi tidur yang dianjurkan, terutama pada pasien yang berbaring lama, ialah : kepala dan leher diangkat 30°, sendi lutut diganjal, membentuk sudut 150°, telapak kaki diganjal, membentuk sudut 90° dengan tungkai bawah
Selain obat untuk mengurangi edema otak juga dikenal obat-obat neurotropik. Dewasa ini banyak obat yang dikatakan dapat membantu mengatasi kesulitan/gangguan metabolisme otak, termasuk pada keadaan koma.
a. Piritinol, merupakan senyawa mirip piridoksin (vitamin B6) yang dikatakan mengaktivasi metabolisme otak dan memperbaiki struktur serta fungsi membran sel. Pada fase akut diberikan dalam dosis 800-4000 mg/hari lewat infus. Tidak dianjurkan pemberian intravena karena sifatnya asam sehingga mengiritasi vena.
b. Piracetam, merupakan senyawa mirip GABA - suatu neurotransmitter penting di otak. Diberikan dalam dosis 4-12 gram/ hari intravena.\\
c. Citicholine, disebut sebagai koenzim pembentukan lecithin di otak. Lecithin sendiri diperlukan untuk sintesis membran sel dan neurotransmitter di dalam otak. Diberikan dalam dosis 100-500 mg/hari intravena.
4. Hal-hal lain
Perawatan luka dan pencegahan dekubitus harus mulai diperhatikan sejak dini; tidak jarang pasien trauma kepala juga menderita luka lecet/luka robek di bagian tubuh lainnya. Antibiotika diberikan bila terdapat luka terbuka yang luas, trauma tembus kepala, fraktur tengkorak yang antara lain dapat menyebabkan liquorrhoe. Luka lecet dan jahitan kulit hanya memerlukan perawatan lokal.
Hemostatik tidak digunakan secara rutin; pasien trauma kepala umumnya sehat dengan fungsi pembekuan normal. Perdarahan intrakranial tidak bisa diatasi hanya dengan hemostatik.
Antikonvulsan diberikan bila pasien mengalami kejang, atau pada trauma tembus kepala dan fraktur impresi; preparat parenteral yang ada ialah fenitoin, dapat diberikan dengan dosis awa1250 mg intravena dalam waktu 10 menit diikuti dengan 250-500 mg fenitoin per infus selama 4 jam. Setelah itu diberikan 3 dd 100 mg/hari per oral atau intravena. Diazepam 10 mg iv diberikan bila terjadi kejang. Phenobarbital tidak dianjurkan karena efek sampingnya berupa penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. (Dr. Budi Riyanto W.)
DAFTAR PUSTAKA
Riyanto, Budi W. 1992. Penatalaksanaan Fase akut Cedera Kepala, UPF Mental Organik, Rumah Saki' Jiwa Bogor, Bogor
copyright© www.medicastore.com 2004
sumber.http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/ckanak.htm
http://www.Heavy.com/
Gambaran klasik hematoma epidural adalah kehilangan kesadaran sementara pada waktu trauma. Gangguan kesadaran ini membaik tanpa kelainan neurologik. Kemudian terjadi gangguan kesadaranyang kedua dengan didahului oleh nyeri kepala. Pada saat trauma, terjadi robekan dan perdarahan dari a. meningea media. Perdarahan kemudian berhenti oleh karena spasme pembuluh darah dan pembentukan gumpalan darah. Beberapa jam kemudian terjadi perdarahan ulang; penumpukan darah di ruang epidural_ini akan melepaskan duramater dari tulang tengkorak. Pada waktu nyeri kepala menghebat dan kesadaran menurun, telah terjadi kenaikan tekanan intrakranial yang kedua. Padasaat ini timbul gejala-gejala distorsi otak. Begitu kemampuan kompensasi ruang intrakranial habis, keadaan umum penderita dengan cepat menurun. Tampak pelebaran pupil ipsilateral (80%), oleh karena herniasi bagian mesial dari lobus temporalis menekan n. okulomotorius. (dr. Leksmono dkk)
- penurunan kesadaran bertambah.
- hemiparesis kontralateral (dapat juga ipsilateral).
- deserebrasi.
Bila keadaan berlanjut tanpa tindakan, timbul
- Pernapasan Cheyne Stokes.
- refleks pupil dan respon kalorik negatif.
- pernapasan paralitik, bradikardi dan akhirnya meninggal.
Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut lesi primer. Lesi primer ini dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak, jaringan otak, saraf otak maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar otak. Pada tulang tengkorak dapat terjadi fraktur linier (±70% dari fraktur tengkorak), fraktur impresi maupun perforasi. Penelitian pada lebih dari 500 penderita trauma kepala menunjukkan bahwa hanya ± 18% penderita yang mengalami fraktur tengkorak. 10 Fraktur tanpa kelainan neurologik, secara klinis tidak banyak berarti.
Perdarahan epidural biasanya terjadi karena robekan arteri/vena meningea media atau cabang-cabangnya oleh fraktur li-nier tengkorak di daerah temporal. Kumpulan darah di antara duramater dan tulang ini akan membesar dan menekan jaringan otak ke sisi yang berlawanan, herniasi unkus dan akhirnya terjadi kerusakan batang otak. Keadaan ini terdapat pada 1 - 3%penderita trauma kapitis dan dapat berakibat fatal bila tidakmendapat pertolongan dalam 24 jam. (dr.Leksmono,dkk)
Sebagai akibat perdarahan pada lapisan otak yang terdapat pada permukaan bagian dalam dari tengkorak. Hematoma epidural sebagai keadaan neurologis yang bersifat emergensi dan biasanya berhubungan dengan linear fracture yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehinga menimbulkan perdarahan.Venous epidural hematoma berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematoma terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk kedalam ruang epidural. Bila terjadi perdarahan arteri maka hematoma akan cepat terjadi.Gejalanya adalah penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual dan muntah.Klien diatas usia 65 tahun dengan peningkatan ICP berisiko lebih tinggi meninggal dibanding usia lebih mudah.
Etiologi
Penyebab hematoma epidural biasanya adalah trauma, walaupun perdarahan spontan juga diketahui terjadi. Ini bias terjadi akibat kecelakaan lalu lintas atau jatuh. Hematoma epidural umunya terjadi akibat hantaman pada sisi kepala dan seringkali diakibatkan oleh sebuah fraktur yang melewati saluran artetirial dalam tulang, paling umu pecahnya tulang temporal yang mengganggu arteti meningeal tengah, sebuah cabang carotid eksternal. Sehingga hanya 20 hingga 30% hematoma epidural yang terjadi di luar area tulang temporal.
Manifestasi Klinik
Gejala ditimbulkan oleh hematoma luas. Disebabkan oleh perluasan hematoma. Biasanya terlihat kehilangan kesadaran sebentar pada saat cedera, diikuti dengan pemulihan yang nyata secara perlahan-lahan (interval yang jelas). Ini harus dicatat walaupun interval nyata merupakan karakteristik dari hematoma epidural, hal ini tidak terjadi kira-kira 15% dari pasien dengan lesi tersebut. Selam interval tertentu, kompensasi terhadap hematoma luas terjadi melalui absorpsi cepat CSS dan penurunan folume intravaskuler, yang mempertahankan TIK normal. Ketika mekanisme ini tidak dapat mengompensasi lagi, bahkan peningkatan kecil sekalipun dalam volume bekuan darah menimbulkan peningkatan TIK nyata. Kemudian, sering tiba-tiba, tanda kompresi timbul (biasanya penyimpangan kesadaran dan tanda devisit neurologik fokal seperti dilatasi dan fiksasi pupil atau paralisis eksremitas), dan pasien menunjukan penurunan dengan cepat.
Penatalaksanaan
Setelah penatalaksanaan gawat darurat berdasarkan urutan Airway, Breahing, Circulation, dst, dilakukan operasi untuk mengeluarkan hematom tersebut. Secara beurutan antara lain :
1. Pemeriksaan fisik
Hal terpenting yang pertama kali dinilai ialah status fungsi vital dan status kesadaran pasien. Ini tiaras dilakukan sesegera mungkin bahkan mendahului anamnesis yang teliti.
a. Status fungsi vital
Seperti halnya dengan kasus kedaruratan lainnya, hal terpenting yang dinilai ialah :
o Jalan nafas ¬ airway dan pernafasan ¬ breathing, usahakan agar jalan nafas selalu bebas, bersihkan lendir dan darah yang dapat menghalangi aliran udara pemafasan. Bila perlu dipasang pipa naso/orofaringeal dan pemberian oksigen.
o Nadi dan tekanan darah ¬ cireulation, Infus dipasang terutama untuk membuka jalur intravena : gunakan cairan NaC1 0,9% atau Dextrose in saline.
b. Status kesadaran
Dewasa ini penilaian status kesadaran secara kualitatif, terutama pada kasus cedera kepala sudah mulai ditinggalkan karena subyektivitas pemeriksa; istilah apatik, somnolen, sopor, coma, sebaiknya dihindari atau disertai dengan penilaian kesadaran yang lebih obyektif, terutama dalam keadaan yang memerlukan penilaian/perbandingan secara ketat. Cara penilaian kesadaran yang luas digunakan ialah dengan Skala Koma Glasgow; cara ini sederhana tanpa memerlukan alat diagnostik sehingga dapat digunakan baik oleh dokter maupun perawat. Melalui cara ini pula, perkembangan/perubahan kesadaran dari waktu ke waktu dapat diikuti secara akurat.
c. Status Neurologik Lain
Selain status kesadaran di atas pemeriksaan neurologik pada kasus trauma kapitis terutama ditujukan untuk mendeteksi adanya tanda-tanda fokal yang dapat menunjukkan adanya kelainan fokal, dalam hal ini perdarahan intrakranial.
Tanda fokal tersebut ialah : anisokori. presis/parahisis, refleks patologik sesisi.
d. Hal-hal Lain
Selain cedera kepala, harus diperhatikan adanya kemungkinan cedera di tempat lain; trauma thorax, trauma abdomen, fraktur iga atau tulang anggota gerak harus selalu dipikirkan dan dideteksi secepat mungkin.
2. Pemeriksaan Tambahan
Peranan foto Ro tengkorak banyak diperdebatkan manfaatnya, meskipun beberapa rumah sakit melakukannya secara rutin. Selain indikasi medik, foto Ro tengkorak dapat dilakukan atas dasar indikasi legal/hukum. Foto Rô tengkorak biasa (AP dan Lateral) umumnya dilakukan pada keadaan : defisit neurologik fokal, liquorrhoe, dugaan trauma tembus/fraktur impresi. hematoma luas di daerah kepala. Pada keadaan tertentu diperlukan proyeksi khusus, seperti proyeksi tangensial pada dugaan fraktur impresi, proyeksi basis path dugaan fraktur basis dan proyeksi khusus lain pada dugaan fraktur tulang wajah. Perdarahan intrakranial dapat dideteksi melalui pemeriksaan arterografi karotis atau CT Sean kepala yang lebih disukai, karena prosedurnya lebih sederhana dan tidak invasif, dan hasilnya lebih akurat. Meskipun demikian pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan di setiap rumah sakit.
Selain indikasi tersebut di atas, CT Sean kepala dapat dilakukan pada keadaan : perburukan kesadaran, dugaan fraktur basis cranii, kejang.
3. Pengobatan
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:
a. Hiperventilasi, bertujuan untuk menurunkan paO2 darah sehingga mencegah vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga dapat membantu menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi kemungkinan asidosis. Bila dapat diperiksa, paO2 dipertahankan > 100 mmHg dan paCO2 di antara 25¬30 mmHg.
b. Cairan hiperosmoler, umumnya digunakan cairan Manitol 10¬-15% per infus untuk "menarik" air dari ruang intersel ke dalam ruang intravaskular untuk kemudian dikeluarkan melalui diuresis. Untuk memperoleh efek yang dikehendaki, manitol harus diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu singkat, umumnya diberikan : 0,5¬1 gram/kg BB dalam 10¬30 menit. Cara ini berguna pada kasus-kasus yang menunggu tindakan bedah. Pada kasus biasa, harus dipikirkan kemungkinan efek rebound; mungkin dapat dicoba diberikan kembali (diulang) setelah beberapa jam atau keesokan harinya.
c. Kortikosteroid, penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak beberapa waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa kortikosteroid tidak/kurang bermanfaat pada kasus cedera kepala. Penggunaannya berdasarkan pada asumsi bahwa obat ini menstabilkan sawar darah otak. Dosis parenteral yang pernah dicoba juga bervariasi : Dexametason pernah dicoba dengan dosis sampai 100 mg bolus yang diikuti dengan 4 dd 4 mg. Selain itu juga Metilprednisolon pernah digunakan dengan dosis 6 dd 1¬5 mg dan Triamsinolon dengan dosis 6 dd 10 mg.
d. Barbiturat, digunakan untuk mem"bius" pasien sehingga metabolisme otak dapat ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari kemungkinan kerusakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen berkurang. Cara ini hanya dapat digunakan dengan pengawasan yang ketat.
e. Cara lain, pada 24-¬48 jam pertama, pemberian cairan dibatasi sampai 1500¬2000 ml/24 jam agar tidak memperberat edema jaringan. Ada laporan yang menyatakan bahwa posisi tidur dengan kepala (dan leher) yang diangkat 30° akan menurunkan tekanan intrakranial. Posisi tidur yang dianjurkan, terutama pada pasien yang berbaring lama, ialah : kepala dan leher diangkat 30°, sendi lutut diganjal, membentuk sudut 150°, telapak kaki diganjal, membentuk sudut 90° dengan tungkai bawah
Selain obat untuk mengurangi edema otak juga dikenal obat-obat neurotropik. Dewasa ini banyak obat yang dikatakan dapat membantu mengatasi kesulitan/gangguan metabolisme otak, termasuk pada keadaan koma.
a. Piritinol, merupakan senyawa mirip piridoksin (vitamin B6) yang dikatakan mengaktivasi metabolisme otak dan memperbaiki struktur serta fungsi membran sel. Pada fase akut diberikan dalam dosis 800-4000 mg/hari lewat infus. Tidak dianjurkan pemberian intravena karena sifatnya asam sehingga mengiritasi vena.
b. Piracetam, merupakan senyawa mirip GABA - suatu neurotransmitter penting di otak. Diberikan dalam dosis 4-12 gram/ hari intravena.\\
c. Citicholine, disebut sebagai koenzim pembentukan lecithin di otak. Lecithin sendiri diperlukan untuk sintesis membran sel dan neurotransmitter di dalam otak. Diberikan dalam dosis 100-500 mg/hari intravena.
4. Hal-hal lain
Perawatan luka dan pencegahan dekubitus harus mulai diperhatikan sejak dini; tidak jarang pasien trauma kepala juga menderita luka lecet/luka robek di bagian tubuh lainnya. Antibiotika diberikan bila terdapat luka terbuka yang luas, trauma tembus kepala, fraktur tengkorak yang antara lain dapat menyebabkan liquorrhoe. Luka lecet dan jahitan kulit hanya memerlukan perawatan lokal.
Hemostatik tidak digunakan secara rutin; pasien trauma kepala umumnya sehat dengan fungsi pembekuan normal. Perdarahan intrakranial tidak bisa diatasi hanya dengan hemostatik.
Antikonvulsan diberikan bila pasien mengalami kejang, atau pada trauma tembus kepala dan fraktur impresi; preparat parenteral yang ada ialah fenitoin, dapat diberikan dengan dosis awa1250 mg intravena dalam waktu 10 menit diikuti dengan 250-500 mg fenitoin per infus selama 4 jam. Setelah itu diberikan 3 dd 100 mg/hari per oral atau intravena. Diazepam 10 mg iv diberikan bila terjadi kejang. Phenobarbital tidak dianjurkan karena efek sampingnya berupa penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. (Dr. Budi Riyanto W.)
DAFTAR PUSTAKA
Riyanto, Budi W. 1992. Penatalaksanaan Fase akut Cedera Kepala, UPF Mental Organik, Rumah Saki' Jiwa Bogor, Bogor
copyright© www.medicastore.com 2004
sumber.http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/ckanak.htm
http://www.Heavy.com/