1 . Kutil kelamin
img
Anda tak perlu melakukan hubungan seksual untuk dapat tertular kutil kelamin. Kontak dengan kulit yang terinfeksi sudah cukup untuk menyebarkan HPV (Human Papilloma Virus), keluarga virus yang dapat menyebabkan kutil kelamin.

Tanda-tanda kutil kelamin antara lain kutil merah mudah atau daging yang menonjol, datar atau juga berbentuk seperti kembang kol. Namun beberapa kutil kelamin juga tidak menunjukkan gejala apa-apa


2. Gonorrhea (kencing nanah)
img
Gonorrhea sangat mudah menular dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan kemandulan (infertil) pada pria dan wanita. Antibiotik dapat menghentikan infeksi.

Gejala umum adalah rasa terbakar saat buang air kecil dan bau, tapi kadangkala juga tidak menampakkan gejala. Gejala pada pria biasanya penis mengeluarkan cairan dan bengkak pada testis. Sedangkan pada wanita, cairan pada vagina, nyeri panggul dan bercak-bercak.


3. Sifilis (raja singa)
img
Kebanyakan orang tidak mengetahui gejala awal sifilis. Padahal bila tidak ditangani dapat menyebabkan kecacatan, kebutaan bahkan kematian.

Gejalanya antara lain lesi bulat di kulit, tidak nyeri pada alat kelamin atau anus. Penyakit ini menyebar melalui kontak langsung dengan lesi. Kemudian mungkin ada ruam pada telapak kaki, telapak tangan atau bagian lain dari tubuh, serta pembengkakan kelenjar, demam, rambut rontok, atau kelelahan. Pada tahap akhir dapat menyebabkan kerusakan organ-organ seperti jantung, otak, hati, saraf dan mata.


4. Herpes Simplex Virus Type 1
img
Herpes Simplex Virus Type 1 (HSV-1) menyebar dengan mudah di antara anggota rumah atau melalui ciuman, juga dapat menyebar ke alat kelamin melalui kontak oral atau genital dengan orang yang terinfeksi.

Gejalanya antara lain lesi atau melepuh di sekitar bibir. Lecet kecil atau luka juga dapat terdapat di alat kelamin.


5. Herpes Simplex Virus Type 2
img
Sebagian besar herpes genital disebabkan oleh Herpes Simplex Virus Tipe 2(HSV-2), yang sangat mudah menular melalui hubungan seksual atau kontak langsung.

Gejalanya lesi berisi cairan yang menyakitkan, luka berkerak pada alat kelamin, anus, paha atau pantat. Dapat menyebar ke bibir melalui kontak mulut.


6. HIV-AIDS

img
Virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) melemahkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. HIV menyebar melalui hubungan seks tanpa kondom, berbagi jarum atau yang lahir dari ibu yang terinfeksi. Ini bisa terjadi tanpa gejala selama bertahun-tahun, sehingga tes darah adalah cara terbaik untuk mendeteksi.

Infeksi awal HIV banyak tidak memiliki gejala, tetapi beberapa orang mendapatkan sementara gejala seperti flu 1 sampai 2 bulan setelah terinfeksi, kelenjar membengkak, demam, sakit kepala, dan kelelahan. Sariawan di mulut dapat terjadi juga.

Leukosit adalah sel darah Yang mengendung inti, disebut juga sel darah putih. Didalam darah manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-rata 5000-9000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut leukositosis, bilakurang dari 5000 disebut leukopenia. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi, Yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler : linfosit sel kecil, sitoplasma sedikit; monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis leukosir granuler: Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (atau eosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan asam. Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan pada sebagian besar precursor (pra zatnya).

Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung. Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 4000-11000, waktu lahir 15000-25000, dan menjelang hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam sel-sel darah putih tergantung pada usia. waktu lahir, 4 tahun dan pada usia 14 -15 tahun persentase khas dewasa tercapai. Bila memeriksa variasi Fisiologi dan Patologi sel-sel darah tidak hanya persentase tetapi juga jumlah absolut masing-masing jenis per unit volume darah harus diambil.



1. Neutrofil
Neutrofil berkembang dalam sum-sum tulang dikeluarkan dalam sirkulasi, selsel ini merupakan 60 -70 % dari leukosit yang beredar. Garis tengah sekitar 12 um, satu inti dan 2-5 lobus. Sitoplasma yang banyak diisi oleh granula-granula spesifik (0;3-0,8um) mendekati batas resolusi optik, berwarna salmon pinkoleh campuran jenis romanovky. Granul pada neutrofil ada dua :
  • Azurofilik yang mengandung enzym lisozom dan peroksidase.
  • Granul spesifik lebih kecil mengandung fosfatase alkali dan zat-zat bakterisidal (protein Kationik) yang dinamakan fagositin.
Neutrofil jarang mengandung retikulum endoplasma granuler, sedikit mitokonria, apparatus Golgi rudimenter dan sedikit granula glikogen. Neutrofil merupakan garis depan pertahanan seluler terhadap invasi jasad renik, menfagosit partikel kecil dengan aktif. Adanya asam amino D oksidase dalam granula azurofilik penting dalam penceran dinding sel bakteri yang mengandung asam amino D. Selama proses fagositosis dibentuk peroksidase. Mielo peroksidase yang terdapat dalam neutrofil berikatan dengan peroksida dan halida bekerja pada molekultirosin dinding sel bakteri dan menghancurkannya.
Dibawah pengaruh zat toksik tertentu seperti streptolisin toksin streptokokus membran granula-granula neutrofil pecah, mengakibatkan proses pembengkakan diikuti oleh aglutulasiorganel- organel dan destruksi neutrofil. Neotrofil mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu melakukan glikolisis baik secara arrob maupun anaerob. Kemampuan nautropil untuk hidup dalam lingkungan anaerob sangat menguntungkan, karena mereka dapat membunuh bakteri dan membantu membersihkan debris pada jaringan nekrotik. Fagositosis oleh neutrfil merangsang aktivitas heksosa monofosfat shunt, meningkatkan
glicogenolisis.

2. EOSINOFIL
Jumlah eosinofil hanya 1-4 % leukosit darah, mempunyai garis tengah 9um (sedikit lebih kecil dari neutrofil). Inti biasanya berlobus dua, Retikulum endoplasma mitokonria dan apparatus Golgi kurang berkembang. Mempunyai granula ovoid yang dengan eosin asidofkik, granula adalah lisosom yang mengandung fosfatae asam, katepsin, ribonuklase, tapi tidak mengandung lisosim. Eosinofil mempunyai pergerakan amuboid, dan mampu melakukan fagositosis, lebilebih lambat tapi lebih selektif dibanding neutrifil. Eosinofil memfagositosis komplek antigen dan anti bodi, ini merupakan fungsi eosinofil untuk melakukan fagositosis selektif terhadap komplek antigen dan antibody. Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari pembekuan, khususnya bila keadaan cairnya diubah oleh proses-proses Patologi. Kortikosteroid akan menimbulkan penurunan jumlah eosinofil darah dengan cepat.

3. BASOFIL
Basofil jumlahnya 0-% dari leukosit darah, ukuran garis tengah 12um, inti satu, besar bentuk pilihan ireguler, umumnya bentuk huruf S, sitoplasma basofil terisi granul yang lebih besar, dan seringkali granul menutupi inti, granul bentuknya ireguler berwarna metakromatik, dengan campuran jenis Romanvaki tampak lembayung. Granula basofil metakromatik dan mensekresi histamin dan heparin, dan keadaan tertentu, basofil merupakan sel utama pada tempat peradangan ini dinamakan hypersesitivitas kulit basofil. Hal ini menunjukkan basofil mempunyai hubungan kekebalan.

4. LIMFOSIT
Limfosit merupakan sel yang sferis, garis tengah 6-8um, 20-30% leukosit darah.Normal, inti relatifbesar, bulat sedikit cekungan pada satu sisi, kromatin inti padat, anak inti baru terlihat dengan electron mikroskop. Sitoplasma sedikit sekali, sedikit basofilik, mengandung granula-granula azurofilik. Yang berwarna ungu dengan Romonovsky mengandung ribosom bebas dan poliribisom. Klasifikasi lainnya dari limfosit terlihat dengan ditemuinya tanda-tanda molekuler khusus pada permukaan membran sel-sel tersebut. Beberapa diantaranya membawa reseptos seperti imunoglobulin yang mengikat antigen spesifik pada membrannya. 
Lirnfosit dalam sirkulasi darah normal dapat berukuran 10-12um ukuran yang lebih besar disebabkan sitoplasmanya yang lebih banyak. Kadang-kadang disebut dengan limfosit sedang. Sel limfosit besar yang berada dalam kelenjar getah bening dan akan tampak dalam darah dalam keadaan Patologis, pada sel limfosit besar ini inti vasikuler dengan anak inti yang jelas. Limfosit-limfosit dapat digolongkan berdasarkan asal, struktur halus, surface markers yang berkaitan dengan sifat imunologisnya, siklus hidup dan fungsi.

5. MONOSIT
Merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah leukosit normal, diameter 9-10 um tapi pada sediaan darah kering diameter mencapai 20um, atau lebih. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda. Kromatin kurang padat, susunan lebih fibriler, ini merupakan sifat tetap momosit Sitoplasma relatif banyak dengan pulasan wrigh berupa bim abu-abu pada sajian kering. Granula azurofil, merupakan lisosom primer, lebih banyak tapi lebih kecil. Ditemui retikulim endoplasma sedikit. Juga ribosom, pliribosom sedikit, banyak mitokondria. Apa ratus Golgi berkembang dengan baik, ditemukan mikrofilamen dan mikrotubulus pada daerah identasi inti.
Monosit ditemui dalam darah, jaingan penyambung, dan rongga-rongga tubuh. Monosit tergolong fagositik mononuclear (system retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan membrannya. Untuk imunoglobulin dan komplemen. Monosit beredar melalui aliran darah, menembus dinding kapiler masuk kedalam jaringan penyambung. DaIam darah beberapa hari. Dalam jaringan bereaksi dengan limfosit dan memegang peranan penting dalam pengenalan dan interaksi sel-sel immunocmpetent dengan antigen.

PERKEMBANGAN LIMFOSlT DALAM PROSES IMMUN
Seperti kita ketahui bahwa limfosit yang bersikulasi terutama berasal dari timus dan organ limfoid perifer, limpa, limfonodus, tonsil dan sebagainya. Akan tetapi mungkin semua sel pregenitor limfosit berasal dari sum-sum tulang, beberapa diantara limfositnya yang secara relatif tidak mengalami diferensiasi ini bermigrasi ke timus, lalu memperbanyak diri, disini sel limfosit ini memperoleh sifat limfosit T, kemudian dapat masuk kembali kedalam aliran darah, kembali kedalam sum-sum tulang atau ke organ limfoid perifer dan dapat hidup beberapa bulan atau tahun.
Sel-sel T bertanggung jawab terhadap reaksi immune seluler dan mempunyai reseptor permukaan yang spesifik untuk mengenal antigen asing. Limfosit lain tetap diam disum-sum tulang berdiferensiasi menjadi limfosit B berdiam dan berkembang didalam kompertemenya sendiri. Sel B bertugas untuk memproduksi antibody humoral antibody response yang beredar dalam peredaran darah dan mengikat secara khusus dengan antigen asing yang menyebabkan antigen asing tersalut antibody, kompleks ini mempertinggi fagositosis, lisis sel dan sel pembunuh (killer sel atau sel K) dari organisme yang menyerang. Sel T dan sel B secara marfologis hanya dapat dibedakan ketika diaktifkan oleh antigen. Tahap akhir dari diferensiasi sel-sel B yang diaktifkan berwujud sebagai sel plasma. Sel plasma mempunyai retikulum endoplasma kasar yang luas yang penuh dengan molekul-molekul antibody, sel T yang diaktifkan mempunyai sedikit endoplasma yang kasar tapi penuh dengan ribosom bebas.

Sel darah merah atau lebih dikenal sebagai eritrosit memiliki fungsi utama untuk mengangkut hemoglobin, dan seterusnya membawa oksigen dari paru-paru menuju jaringan. Jika hemoglobin ini bebas dalam plasma, kurang lebih 3 persennya bocor melalui membran kapiler masuk ke dalam ruang jaringan atau melalui membran glomerolus pada ginjal terus masuk dalam saringan glomerolus setiap kali darah melewati kapiler. Oleh karena itu, agar hemoglobin tetap berada dalam aliran darah, maka ia harus tetap berada dalam sel darah merah. Dalam minggu-minggu pertama kehidupan embrio, sel-sel darah merah primitif yang berinti diproduksi dalam yolk sac. Selama pertengahan trimester masa gestasi, hepar dianggap sebagai organ utama untuk memproduksi eritrosit, walaupun terdapat juga eritrosit dalam jumlah cukup banyak dalam limpa dan limfonodus. Lalu selama bulan terakhir kehamilan dan sesudah lahir, sel-sel darah merah hanya diproduksi sumsum tulang.
Pada sumsum tulang terdapat sel-sel yang disebut sel stem hemopoietik pluripoten, yang merupakan asal dari seluruh sel-sel dalam darah sirkulasi. Sel pertama yang dapat dikenali dari rangkaian sel darah merah adalah proeritroblas. Kemudian setelah membelah beberapa kali, sel ini menjadi basofilik eritroblas pada saat ini sel mengumpulkan sedikit sekali hemoglobin. Pada tahap selanjutnya hemoglobin menekan nukleus sehingga menjadi kecil, tetapi masih memiliki sedikit bahan basofilik, disebut retikulosit. Kemudian setelah bahan basofilik ini benar-benar hilang, maka terbentuklah eritrosit matur (Guyton&Hall Fisiologi Kedokteran Edisi 9:529).

Hemoglobin terdiri dari 4 rantai polpeptida globin yang berikatan secara non-kovalen, yang masing-masing mengandung sebuah grup heme (molekul yang mengandung Fe) dan sebuah “oxygen binding site”. Dua pasang rantai globin yg berbeda membtk struktur tetramerik dengan sebuah “heme moiety” di pusat (center). Molekul heme penting bagi RBC untuk menangkap O2 diparu-paru dan membawanya keseluruh tubuh. Protein Hb lengkap dapat membawa 4 molekul O2 sekaligus. O2 yang berikatan dengan Hb memberi warna darah merah cerah. Konsentrasi sel-sel darah merah dalam darah pada pria normal 4,6-6,2 juta/mm3, pada perempuan 4,2-5,4 juta/mm3, pada anak-anak 4,5-5,1 juta/mm3. Dan konsentrasi hemoglobin pada pria normal 13-18 g/dL, pada perempuan 12-16 g/dL, pada anak-anak 11,2-16,5 g/dL (Kamus Kedokteran Dorland, edisi 29).

Dalam keadaan normal, sel darah merah atau eritrosit mempunyai waktu hidup 120 hari didalam sirkulasi darah, Jika menjadi tua, sel darah merah akan mudah sekali hancur atau robek sewaktu sel ini melalui kapiler terutama sewaktu melalui limpa. penghancuran sel darah merah bisa dipengaruhi oleh faktor intrinsik seperti :genetik, kelainan membran, glikolisis, enzim, dan hemoglobinopati, sedangkan faktot ekstrinsik : gangguan sistem imun, keracunan obat, infeksi seperti akibat plasmodium Jika suatu penyakit menghancurkan sel darah merah sebelum waktunya (hemolisis), sumsum tulang berusaha menggantinya dengan mempercepat pembentukan sel darah merah yang baru, sampai 10 kali kecepatan normal. Jika penghancuran sel darah merah melebihi pembentukannya, maka akan terjadi anemia hemolitik.
(Guyton&Hall Fisiologi Kedokteran Edisi 9 :61).
 
Fungsi utama eritrosit adalah untuk pertukaran gas yang membawa oksigen dari paru menuju ke jaringan tubuh dan membawa karbondioksida (CO) dari jaringan tubuh ke paru.
          Eritrosit tidak mempunyai inti sel tetapi mengandung beberapaorganel dalam sitoplasma. Sitoplasma dalam eritrosit berisi hemoglobin yang mengandung zat besi (Fe) sehingga dapat mengikat oksigen.
        Eritrosit berbentuk bikonkaf dan berdiameter 7-8 mikron. Bentuk bikonkaf tersebut menyebabkan eritrosit bersifat fleksibel sehingga dapat melewatipembuluh darah yang sangat kecil dengan baik. Bentuk eritrosit pada mikroskop biasanya tampak bulat berwarna merah dan dibagian tengahnya tampak lebih pucat, atau disebut (central pallor) diameter 1/3 dari keseluruhan diameter eritrosit.

                   Eritrosit berjumlah paling banyak diantara sel-sel darah lainnya. Dalam satu milliliter darah terdapat kira-kira 4,5 – 6 juta eritrosit, oleh sebab itu darah berwarna merah. Eritrosit normal berukuran 6 – 8 Nm atau 80 – 100 fL (femloliter). Bila MCV kurang dari 80 fL disebut (mikrositik) dan jika lebih dari 100fL disebut (makrositik).
Kelainan Eritrosit
Kelainan eritrosit dapat digolongkan menjadi :
1)      Kelainan berdasarkan ukuran eritrosit
Ukuran normal eritrosit antara 6,2 – 8,2 Nm (normosit)
Kelainan berdasarkan ukuran:
a)      Makrosit
      Ukuran eritrosit yang lebih dari 8,2 Nm terjadi karena pematangan inti eritrosit terganggu, dijumpai pada defisiensi vitamin B₁₂ atau asam folat.
Penyebab lainnya adalahkarena rangsangan eritropoietin yang berakibat meningkatkatnya sintesa hemoglobin dan meningkatkan pelepasan retikulosit kedalam sirkulasi darah. Sel ini didapatkan pada anemia megaloblastik, penyakit hati menahun berupa thin macrocytes dan pada keadaan dengan retikulositosis, seperti anemia hemolitik atau anemia paska pendarahan.
b)      Mikrosit
      Ukuran eritrosit yang kurang dari 6,2 Nm. Terjadinya karena menurunnya sintesa hemoglobin yang disebabkan defisiensi besi, defeksintesa globulin, atau kelainan mitokondria yang mempengaruhi unsure hem dalam molekul hemoglobin. Sel ini didapatkan pada anemia hemolitik, anemia megaloblastik, dan pada anemia defisiensi besi.
c)      Anisositosis
      Pada kelainan ini tidak ditemukan suatu kelainan hematologic yang spesifik, keadaan ini ditandai dengan adanya eritrosit dengan ukuran yang tidak sama besar dalam sediaan apusan darah tepi (bermacam-macam ukuran). Sel ini didapatkan pada anemia mikrositik yang ada bersamaan anemia makrositik seperti pada anemia gizi.

2)       Kelainan berdasarkan berdasarkan bentuk eritrosit
a)      Ovalosit
      Eritrosit yang berbentuk lonjong . Evalosit memiliki sel dengan sumbu panjang kurang dari dua kali sumbu pendek. Evalosit ditemukan dengan kemungkinan bahwa pasien menderita kelainan yang diturunkan yang mempengaruhi sitoskelekton eritrosit misalnya ovalositosis herediter.
b)      Sferosit
      Sel yang berbentuk bulat atau mendekati bulat. Sferosit merupakan sel yang telah kehilangan sitosol yang setara. Karena kelainan dari sitoskelekton dan membrane eritrosit.
c)      Schistocyte
      Merupakan fragmen eritrosit berukuran kecil dan bentuknya tak teratur, berwarna lebih tua. Terjadi pada anemia hemolitik karena combusco reaksi penolakan pada transplantasi ginjal.
d)      Teardrop cells (dacroytes)
      Berbentuk seperti buah pir. Terjadi ketika ada fibrosis sumsum tulang atau diseritropoesis berat dan juga dibeberapa anemia hemolitik, anemia megaloblastik, thalasemia mayor, myelofibrosi idiopati karena metastatis karsinoma atau infiltrasi myelofibrosis sumsum tulang lainnya.
e)      Blister cells
      Eritrosit yang terdapat lepuhan satu atau lebih berupa vakuola yang mudah pecah, bila pecah sel tersebut bisa menjadi keratosit dan fragmentosit. Terjadi pada anemia hemolitik mikroangiopati.
f)       Acantocyte / Burr cells
      Eritrosit mempunyai tonjolan  satu atau lebih pada membrane dinding sel kaku. Terdapat duri-duri di permukaan membrane yang ukurannya bervariasi dan menyebabkan sensitif terhadap pengaruh dari dalam maupun luar sel. Terjadi pada sirosis hati yang disertai anemia hemolitik, hemangioma hati, hepatitis pada neonatal.
g)      Sickle cells (Drepanocytes)
      Eritrosit yang berbentuk sabit. Terjadi pada reaksi transfusi, sferositosis congenital, anemia sel sickle, anemia hemolitik.
h)      Stomatocyte
      Eritrosit bentuk central pallor seperti mulut. Tarjadi pada alkoholisme akut, sirosis alkoholik, defisiensi glutsthione, sferosis herediter, nukleosis infeksiosa, keganasan, thallasemia.
i)        Target cells
      Eritrosit yang bentuknya seperti tembak atau topi orang meksiko. Terjadi pada hemogfobinopati, anemia hemolitika, penyakit hati.

3)      Kelainan berdasarkan warna eritrosit
a)      Hipokromia
      Penurunan warna eritrosit yaitu peningkatan diameter central pallor melebihi normal sehingga tampak lebih pucat. Terjadi pada anemia defisiensi besi, anemia sideroblastik, thallasemia dan pada infeksi menahun.
b)      Hiperkromia
      Warna tampak lebih tua biasanya jarang digunakan untuk menggambarkan ADT.
c)      Anisokromasia
      Adanya peningkatan variabillitas warna dari hipokrom dan normokrom. Anisokromasia umumnya menunjukkan adanya perubahan kondisi seperti kekurangan zat besi dan anemia penyakit kronis.
d)      Polikromasia
      Eritrosit berwarna merah muda sampai biru. Terjadi pada anemia hemolitik, dan hemopoeisis ekstrameduler.

4)      Kelainan berdasarkan benda inklusi eritrosit
a)      Basophilic stipping
      Suatu granula berbentuk ramping / bulat, berwarna biru tua. Sel ini sulit ditemukan karena distribusinya jarang.
b)      Kristal
      Bentuk batang lurus atau bengkok, mengandung pollimer rantai beta Hb A, dengan pewarnaan brilliant cresyl blue yang Nampak berwarna biru.
c)      Heinz bodies
      Benda inklusi berukuran 0,2 -22,0 Nm. Dapat dilihat dengan pewarnaan crystal violet / brillian cresyl blue.
d)      Howell-jouy bodies
      Bentuk bulat, berwarna biru tua atau ungu, jumlahnya satu atau dua mengandung DNA. Karena percepatan atau abnormalitas eritropoeisis. Terjadi pada anemia hemolitik, post operasi, atrofi lien.
e)      Pappenheimer bodies
      Berupa bintik, warna ungu dengan pewarnaan wright. Dijumpai pada hiposplenisme, anemia hemolitika.

Cara menghitung jumlah eritrosit
Prinsip “ darah diencerkan dalam larutan isotonis untuk memudahkan menghitung eritrosit dan mencegah hemolisis “
Larutan pengencer yang digunakan :
a)      Larutan hayem, terdiri dari:
-          Natrium sulfat 5 g
-          Natrium chloride 0,5 g
-          Mercury chloride 0,5 g
-          Aquadest add 200 ml
b)      Larutan gowers, terdiri dari :
-          Natrium sulfat 12,5 g
-          Asam asetat glacial 33,3 ml
-          Aquadest add 200 ml

Cara menghitung :
1)      Mengisi pipet eritrosit
       Darah dihisap sampai garis tanda 0,5 dan larutan pengencer sampai tanda 101
2)      Mengisi kamar hitung
3)      Menghitung jumlah sel dengan menggunakan mikroskop perbesaran sedang atau 40x
4)      Hitunglah semua eritrosit yang terdapat dalam 5 bidang yang tersusun dari 16 bidang kecil.
Nilai normal jumlah eritrosit :
·         Laki-laki : 4,6 s/d 6,2 juta/ml
·         Wanita   : 4,2 s/d 5,4 juta/ml
                   Kesalahan-kesalahan pada hitung eritrosit yaitu pada menghitung jumlah eritrosit memakai lensa objektif kecil yaitu perbesaran 10x, sehingga sangat tidak teliti hasilnya.
Akibat eritrosit yang berlebih dan kekurangan eritrosit :
a)      Penurunan eritrosit
-          Kehilangan darah (perdarahan)
-          Anemia, infeksi kronis, leukemia, dan hidrasi berlebihan.
b)      Peningkatan eritrosit
-          Polisitemia vena
-          Hemokonsentrasi
-          Dehidrasi
-          Penyakit kardio vaskuler
Nilai indeks eritrosit
1)      Mean Corpuscular Volume (MCV), menggambarkan volume rata-rata eritrosit.
2)      Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), menggambarkan rata-rata kandungan hemoglobin.
3)      Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC), menggambarkan kandungan hemoglobin rata-rata dalam tiap eritrosit.








 

Diagnosa Keperawatan

Kamis, 23 Februari 2012

komponen-diagnosa-keperawatan A nursing diagnosis is a clinical judgment about individual, family, or community responses to actual or potential health problems / life processes.  Nursing diagnoses provide the basic for selection of nursing interventions to achieve outcomes for which the nurse is accountable (NANDA, 1992 p.5)
Jadi diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu,  keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien (Carpenito, 2000; Gordon, 1976 & NANDA).
Diagnosa keperawatan adalah suatu bagian integral dari proses keperawatan. Hal ini merupakan suatu komponen dari langkah-langkah analisa, dimana perawat mengidentifikasi  respon-respon individu terhadap masalah-masalah kesehatan yang aktual dan potensial. Dibeberapa  negara mendiagnosa diidentifikasikan dalam tindakan praktik keperawatan sebagai suatu tanggung jawab legal dari seorang perawat profesional. Diagnosa keperawatan memberikan dasar petunjuk untuk memberikan terapi yang pasti dimana perawat bertanggung jawab di dalamnya ( Kim et al, 1984).
Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi, dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat.
Diagnosa keperawatan, sebagai suatu bagian dari proses keperawatan juga direfleksikan dalam standar praktik ANA. Standar-standar ini memberikan satu dasar luas mengevaluasi praktik dan merefleksikan pengakuan hak-hak manusia yang menerima asuhan keperawatan ( ANA, 1980).

Proses keperawatan telah diidentikan sebagai metoda ilmiah keperawatan untuk para penerima tindakan keperawatan disajikan sesuai dengan lima langkah dari proses keperawatan :
1. Pengkajian. Menetapkan data dasar seorang klien
2. Analisa. Identifikasi kebutuhan perawatan klien dan seleksi tujuan perawatan
3. Perencanaan. Merencanakan suatu strategi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan untuk perawatan klien.
4. Implementasi. Memulai dan melengkapi tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan
5. Evaluasi. Menentukan seberapa jauh tujuan-tujuan keperawatan yang telah dicapai.
Dengan mengikuti kelima langkah ini, perawat akan memiliki suatu kerangka kerja yang sistematis untuk membuat keputusan dan memecahkan masalah dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.

Komponen Diagnosa Keperawatan

Ada tiga komponen yang esensial dalam suatu diagnosa keperawatan yang telah dirujuk sebagai bentuk PES ( Gordon, 1987 ). “ P “ diidentifikasi sebagai masalah / problem kesehatan, “E” menunjukan etiologi / penyebab dari problem, dan “S” menggambarkan sekelompok tanda dan gejala, atau apa yang dikenal sebagai “ batasan karakteristik” ketiga bagian ini dipadukan dalam suatu pernyataan dengan menggunakan “ yang berhubungan dengan ”.
Kemudian diagnosa-diagnosa tersebut dituliskan dengan cara berikut : Problem “ yang berhubungan dengan “ etiologi” dibuktikan oleh “ tanda-tanda dan gejala-gejala ( batasan karakteristik ).
Problem dapat diidentifikasikan sebagai respons manusia terhadap masalah-masalah kesehatan yang aktual atau potensial sesuai dengan data-data yang didapat dari pengkajian yang dilakukan oleh perawat.
Etiologi ditunjukan melalui pengalaman-pengalaman individu yang telah lalu, pengaruh genetika, faktor-faktor lingkungan yang ada saat ini, atau perubahan-perubahan patofisiologis. Tanda dan gejala menggambarkan apa yang klien katakan dan apa yang diobservasi oleh perawat yang mengidentifikasikan adanya masalah tertentu.

Informasi yang ditampilkan pada setiap diagnosa keperawatan mencakup hal-hal berikut :
1. Defenisi. Merujuk kepada defenisi NANDA yang digunakan pada diagnosa –diagnosa keperawatan yang telah ditetapkan tersebut.
2. Kemungkinan Etiologi (“yang berhubungan dengan”). Bagian ini menyatakan penyebab-penyebab yang mungkin untuk masalah yang telah diidentifikasi. Yang tidak dinyakatakan oleh NANDA diberi tanda kurung [ ]. Faktor yang berhubungan / risiko diberikan untuk diagnosa yang beresiko tinggi.
3. Batasan karakteristik (“dibuktikan oleh”). Bagian ini mencakup tanda dan gejala yang cukup jelas untuk mengindikasi keberadaan suatu masalah. Sekali lagi seperti pada definisi dan etiologi. Yang tidak dinyatakan oleh NANDA diberi tanda kurung [ ].
4. Sasaran  / Tujuan. Pernyataan –pernyataan ini ditulis sesuai dengan objektif perilaku klien. Sasaran / tujuan ini harus dapat diukur, merupakan tujuan jangka panjang dan pendek, untuk digunakan dalam mengevaluasi keefektifan intervensi keperawatan dalam mengatasi masalah yang telah diidentifikasi. Mungkin akan ada lebih dari satu tujuan jangka pendek, dan mungkin merupakan “batu loncatan” untuk memenuhi tujuan jangka panjang.
5. Intervensi dengan Rasional Tertentu. Hanya intervensi-intervensi yang sesuai untuk bagian diagnosa yang ditampilkan.  Rasional-rasional yang digunakan untuk intervensi mencakup memberikan klarifikasi pengetahuan keperawatan dasar dan untuk membantu dalam menyeleksi intervensi-intervensi yang sesuai untuk diri klien.
6. Hasil Klien yang Diharapkan / Kriteria Pulang. Perubahan perilaku sesuai dengan kesiapan klien untuk pulang yang mungkin untuk dievaluasi.
7. Informasi Obat – obatan. Informasi ini mencakup implikasi keperawatan, menyertai bab-bab yang mana tiap klarifikasinya sesuai.

metode-pengumpulan-data-keperawatan-wawancara
Agar data dapat terkumpul dengan baik dan terarah, sebaiknya dilakukan penggolongan atau klasifikasi data berdasarkan identitas klien, keluhan utama, riwayat kesehatan, keadaan fisik, psikologis, sosial, spiritual, intelegensi, hasil-hasil pemeriksaan dan keadaan khusus lainnya.
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data keperawatan pada tahap pengkajian adalah
Wawancara (interview), pengamatan (observasi), dan pemeriksaan fisik (pshysical assessment). dan studi dokumentasi.

WAWANCARA

Biasa juga disebut dengan anamnesa adalah menanyakan atau tanya jawab yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi klien dan merupakan suatu komunikasi yang direncanakan. Dalam berkomunikasi ini perawat mengajak klien dan keluarga untuk bertukar pikiran dan perasaannya yang diistilahkan teknik komunikasi terapeutik.
Teknik tersebut mencakup keterampilan secara verbal maupun non verbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi. Teknik verbal meliputi pertanyaan terbuka maupun tertutup, menggali jawaban dan memvalidasi respon klien. Teknik non verbal meliputi mendengarkan secara aktif, diam, sentuhan dan kontak mata. Mendengarkan secara aktif merupakan suatu hal yang perlu dilatih.
Unsur-unsur yang penting dalam mendengarkan secara aktif yaitu :
· Memperhatikan pesan yang disampaikan
· Mengurangi hambatan-hambatan
o Suara yang gaduh (suara radio, tv, pembicaraan di luar)
o Kurangnya privasi
o Adanya interupsi dari perawat lain
o Perasaan terburu-buru
o Klien merasa cemas, nyeri, mengantuk
o Perawat sedang memikirkan hal lain / tidak fokus ke klien
o Klien tidak senang dengan perawat atau sebaliknya
· Posisi duduk sebaiknya berhadapan, dengan jarak yang sesuai.
· Mendengarkan penuh dengan perasaan terhadap setiap yang dikatakan klien
· Memberikan kesempatan klien istirahat
Tujuan Wawancara :
  1. Untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan masalah keperawatan klien.
  2. Untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam mengidentifikasi dan merencanakan tindakan keperawatan.
  3. Membantu klien memperoleh informasi dan berpartisipasi dalam identifikasi masalah dan tujuan.
  4. Membantu perawat untuk menentukan investigasi lebih lanjut selama tahap pengkajian.
  5. Meningkatkan hubungan antara perawat dengan klien dalam berkomunikasi.
Komunikasi keperawatan digunakan untuk memperoleh riwayat keperawatan. Riwayat keperawatan merupakan data yang khusus dan data ini harus dicatat, sehingga rencana tindakan keperawatan dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan klien. Riwayat keperawatan sebaiknya segera didapatkan begitu klien masuk rumah sakit, karena riwayat tersebut akan memudahkan perawat dalam mengidentifikasi kemampuan dan kelemahan klien, resiko terjadinya gangguan fungsi kesehatan, dan masalah-masalah keperawatan yang aktual maupun potensial.
Tahapan Wawancara / Komunikasi :
1. Persiapan
Sebelum melakukan komunikasi dengan klien, perawat harus melakukan persiapan dengan membaca status klien. Perawat diharapkan tidak mempunyai prasangka buruk terhadap klien, karena akan mengganggu dalam membina hubungan saling percaya dengan klien.
Jika klien belum bersedia untuk berkomunikasi, perawat tidak boleh memaksa, atau memberi kesempatan kapan klien sanggup. Pengaturan posisi duduk dan teknik yang akan digunakan dalam wawancara harus disusun sedemikian rupa guna memperlancar wawancara.
2. Pembukaan atau perkenalan
Langkah pertama perawat dalam mengawali wawancara adalah dengan memperkenalkan diri : nama, status, tujuan wawancara, waktu yang diperlukan dan faktor-faktor yang menjadi pokok pembicaraan. Perawat perlu memberikan informasi kepada klien mengenai data yang terkumpul dan akan disimpan dimana, bagaimana menyimpannya dan siapa saja yang boleh mengetahuinya.
3. Isi / tahap kerja
a. Fokus wawancara adalah klien
b.Mendengarkan dengan penuh perhatian.
c. Menanyakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien
d.Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh klien
e. Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup tepat pada waktunya
f. Bila perlu diam, untuk memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya
g. Jika situasi memungkinkan kita dapat memberikan sentuhan terapeutik, yang bertujuan untuk memberikan dorongan spiritual, merasa diperhatikan.
4. Terminasi
Perawat mempersiapkan untuk penutupan wawancara. Untuk itu klien harus mengetahui kapan wawancara akan berakhir dan tujuan dari wawancara pada awal perkenalan, sehingga diharapkan pada akhir wawancara perawat dan klien mampu menilai keberhasilan dan dapat mengambil kesimpulan bersama. Jika diperlukan, perawat perlu membuat perjanjian lagi untuk pertemuan berikutnya.
Jadi, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan wawancara dengan klien adalah :
1.       Menerima keberadaan klien sebagaimana adanya
2.      Memberikan kesempatan kepada klien untuk menyampaikan keluhan-keluhannya / pendapatnya secara bebas
3.      Dalam melakukan wawancara harus dapat menjamin rasa aman dan nyaman bagi klien
4.      Perawat harus bersikap tenang, sopan dan penuh perhatian
5.      Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
6.      Tidak bersifat menggurui
7.      Memperhatikan pesan yang disampaikan
8.      Mengurangi hambatan-hambatan
9.      Posisi duduk yang sesuai (berhadapan, jarak tepat/sesuai, cara duduk)
10.   Menghindari adanya interupsi
11.    Mendengarkan penuh dengan perasaan
12.   Memberikan kesempatan istirahat kepada klien
Macam Wawancara :
1.       Auto anamnesa : wawancara dengan klien langsung
2.      Allo anamnesa : wawancara dengan keluarga / orang terdekat.
Teknik Pengumpulan Data Yang Kurang Efektif :
1.       Pertanyaan tertutup : tidak ada kebebasan dalam mengemukakan pendapat / keluhan / respon. misalnya : “Apakah Anda makan tiga kali sehari ?“
2.      Pertanyaan terarah : secara khas menyebutkan respon yang diinginkan. Misalnya : “……………. Anda setuju bukan?”
3.      Menyelidiki : mengajukan pertanyaan yang terus-menerus
4.      Menyetujui / tidak menyetujui. Menyebutkan secara tidak langsung bahwa klien benar atau salah. Misalnya : “Anda tidak bermaksud seperti itu kan?”

Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
pengkajian-keperawatan
Pengkajian Keperawatan

Tahap pengkajian keperawatan merupakan pemikiran dasar dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Pengkajian yang lengkap, akurat, sesuai kenyataan, kebenaran data sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu.
Data Dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien,

kemampuan klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri, dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya.
Data Fokus adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal-hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap klien.

Fokus Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan tidak sama dengan pengkajian medis. Pengkajian medis difokuskan pada keadaan patologis, sedangkan pengkajian keperawatan ditujukan pada respon klien terhadap masalah-masalah kesehatan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Misalnya dapatkah klien melakukan aktivitas sehari-hari, sehingga fokus pengkajian klien adalah respon klien yang nyata maupun potensial terhadap masalah-masalah aktifitas harian.

Pulta (Pengumpulan Data)

Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah, serta kebutuhan-kebutuhan keperawatan dan kesehatan klien.
Pengumpulan informasi merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Dari informasi yang terkumpul, didapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang dihadapi klien. Selanjutnya data dasar tersebut digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah klien.
Pengumpulan data dimulai sejak klien masuk ke rumah sakit (initial assessment), selama klien dirawat secara terus-menerus (ongoing assessment), serta pengkajian ulang untuk menambah / melengkapi data (re-assessment).
Tujuan Pengumpulan Data
1.       Memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan klien.
2.      Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien.
3.      Untuk menilai keadaan kesehatan klien.
4.      Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langah-langkah berikutnya.

Tipe Data :

1. Data Subjektif
adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide klien tentang status kesehatannya. Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan, kecemasan, frustrasi, mual, perasaan malu.
2. Data Objektif
adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh menggunakan panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, edema, berat badan, tingkat kesadaran.

Karakteristik Data

1. Lengkap
Data yang terkumpul harus lengkap guna membantu mengatasi masalah klien yang adekuat. Misalnya klien tidak mau makan selama 3 hari. Perawat harus mengkaji lebih dalam mengenai masalah klien tersebut dengan menanyakan hal-hal sebagai berikut: apakan tidak mau makan karena tidak ada nafsu makan atau disengaja? Apakah karena adanya perubahan pola makan atau hal-hal yang patologis? Bagaimana respon klien mengapa tidak mau makan.
2. Akurat dan nyata
Untuk menghindari kesalahan, maka perawat harus berfikir secara akurat dan nyata untuk membuktikan benar tidaknya apa yang didengar, dilihat, diamati dan diukur melalui pemeriksaan ada tidaknya validasi terhadap semua data yang mungkin meragukan. Apabila perawat merasa kurang jelas atau kurang mengerti terhadap data yang telah dikumpulkan, maka perawat harus berkonsultasi dengan perawat yang lebih mengerti. Misalnya, pada observasi : “klien selalu diam dan sering menutup mukanya dengan kedua tangannya. Perawat berusaha mengajak klien berkomunikasi, tetapi klien selalu diam dan tidak menjawab pertanyaan perawat. Selama sehari klien tidak mau makan makanan yang diberikan”, jika keadaan klien tersebut ditulis oleh perawat bahwa klien depresi berat, maka hal itu merupakan perkiraan dari perilaku klien dan bukan data yang aktual. Diperlukan penyelidikan lebih lanjut untuk menetapkan kondisi klien. Dokumentasikan apa adanya sesuai yang ditemukan pada saat pengkajian.
3. Relevan
Pencatatan data yang komprehensif biasanya menyebabkan banyak sekali data yang harus dikumpulkan, sehingga menyita waktu dalam mengidentifikasi. Kondisi seperti ini bisa diantisipasi dengan membuat data komprehensif tapi singkat dan jelas. Dengan mencatat data yang relevan sesuai dengan masalah klien, yang merupakan data fokus terhadap masalah klien dan sesuai dengan situasi khusus.

Sumber Data

1. Sumber data primer
Klien adalah sumber utama data (primer) dan perawat dapat menggali informasi yang sebenarnya mengenai masalah kesehatan klien.
2. Sumber data sekunder
Orang terdekat, informasi dapat diperoleh melalui orang tua, suami atau istri, anak, teman klien, jika klien mengalami gangguan keterbatasan dalam berkomunikasi atau kesadaran yang menurun, misalnya klien bayi atau anak-anak, atau klien dalam kondisi tidak sadar.
3. Sumber data lainnya
1. Catatan medis dan anggota tim kesehatan lainnya.
Catatan kesehatan terdahulu dapat digunakan sebagai sumber informasi yang dapat mendukung rencana tindakan perawatan.
2. Riwayat penyakit
Pemeriksaan fisik dan catatan perkembangan merupakan riwayat penyakit yang diperoleh dari terapis. Informasi yang diperoleh adalah hal-hal yang difokuskan pada identifikasi patologis dan untuk menentukan rencana tindakan medis.
3. Konsultasi
Kadang terapis memerlukan konsultasi dengan anggota tim kesehatan spesialis, khususnya dalam menentukan diagnosa medis atau dalam merencanakan dan melakukan tindakan medis. Informasi tersebut dapat diambil guna membantu menegakkan diagnosa.
4. Hasil pemeriksaan diagnostik
Seperti hasil pemeriksaan laboratorium dan tes diagnostik, dapat digunakan perawat sebagai data objektif yang dapat disesuaikan dengan masalah kesehatan klien. Hasil pemeriksaan diagnostik dapat digunakan membantu mengevaluasi keberhasilan dari tindakan keperawatan.
5. Perawat lain
Jika klien adalah rujukan dari pelayanan kesehatan lainnya, maka perawat harus meminta informasi kepada perawat yang telah merawat klien sebelumnya. Hal ini untuk kelanjutan tindakan keperawatan yang telah diberikan.
6. Kepustakaan.
Untuk mendapatkan data dasar klien yang komprehensif, perawat dapat membaca literatur yang berhubungan dengan masalah klien. Memperoleh literatur sangat membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang benar dan tepat.

Metoda Pengumpulan Data

1. Wawancara
2. Observasi
3. Pemeriksaan fisik
4. Studi Dokumentasi

SEPUTAR HAEMOGLOBIN (Hb)

Minggu, 12 Februari 2012

Haemoglobin adalah kompleks protein-pigmen yang mengandung zat besi. Kompleks tersebut berwarna merah dan terdapat didalam eritrosit. Sebuah molekul haemoglobin memiliki empat gugus haeme yang mengandung besi fero dan empat rantai globin. Terdapat beberapa bentuk haaemoglobin : tipe fetal (HbF)  dan dua bentuk utama haemoglobin dewasa (HbA1 dan HbA2). Haemoglobin membawa oksigen, sebagian karbondioksida dan mendapat perubahan pH.
Glycosylated haemoglobin (HbA1) ---> kadar HbA1 menunjukkan kadar gula darah selama periode beberapa bulan dan dapat digunakan untuk menilai derajat pengendalian pada Diabetes mellitus.
Nilai normal Hb untuk laki-laki adalah 13 gr% - 18 gr%, dan untuk wanita adalah 11,5 gr% - 16,5 gr% (Brooker, 2001). 

Haemoglobin adalah Sebuah substansi didalam sel darah merah (erithrocyte) dan tanggung jawab masing-masing warna, terdiri dari pigmen haeme (zat besi - berisi porphyrin) terkait dengan protein globin. Haemoglobin memiliki sifat unik dapat menyatu dengan oksigen dan merupakan pengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Haemoglobin membawa oksigen dalam aliran darah melewati paru-paru dan bersama dengan darah sampai ke jaringan tubuh. Darah biasanya mengandung 12-18 g / dl dari hemoglobin.


Myohaemoglobin : zat besi - yang mengandung protein, menyerupai hemoglobin, ditemukan dalam sel otot. Seperti hemoglobin yang berisi kumpulan haeme. Ikatan yang mengandung oksigen, bertindak sebagai reservoir oksigen di dalam serabut otot .Oxyhaemoglobin : substansi darah merah dibentuk bila pigmen hemoglobin dalam sel darah merah menyatu kembali dengan oksigen. Oxyhaemoglobin adalah bentuk oksigen yang diangkut dari paru-paru ke sel-sel, di mana oksigen dilepaskan.Methahaemoglobin : substansi yang dibentuk apabila atom besi dari pigmen hemoglobin darah telah mengoksidasi dari ferrous ke bentuk ferric (bandingkan oxyhaemoglobin). Methahaemoglobin yang tidak dapat mengikat oksigen molekular dan karenanya tidak dapat mentransportasi oksigen ke seluruh tubuh. Keberadaan methahaemoglobin dalam darah (methahaemoglobinaemia) mungkin akibat menelan zat oksid dari narkoba atau dari warisan keabnormalan dari molekul hemoglobin. Gejala - gejala termasuk kelelahan, sakit kepala, pusing dan cyanosis (oxford electric medical dictionary).

Referensi :
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan.EGC  : Jakarta.
oxford electric medical dictionary (Indonesian Translete by Patriani)