Terapy Maggot

Sabtu, 02 Juni 2012

Semua orang akan merasa ngeri, horor dan jijik bilamana melihat kumpulan belatung (maggot) yang menggeliat-geliat pada mayat yang sudah membusuk. Sesungguhnya belatung ini adalah larva dalam proses metamorfosa menjadi seekor lalat, sama halnya dengan ulat (caterpillar) yang pada saatnya akan bersalin rupa menjadi kupu-kupu. Bilamana lalat ini bertelur pada luka mahluk hidup (jadi bukan mayat), ini pun akan berkembang menjadi belatung. Dan secara naluriah kita akan merasa mual membayangkan borok yang menganga dipenuhi dengan belatung yang menggerogoti luka tersebut. Namun siapa sangka, justru belatung inilah yang menjadi ’juru selamat’ untuk penyembuhan borok yang semakin parah karena mengalami infeksi kuman ganas.
Seperti kita ketahui, pada setiap luka terbuka yang besar, dokter akan melakukan prosedur debridement yaitu membersihkan luka tersebut dari jaringan yang mati (necrotic tissue). Tanpa dilakukan debridement ini, maka luka tidak akan bisa sembuh dan bahkan menjadi tempat berkembang biak subur (breeding ground) bakteri-bakteri ganas yang pada gilirannya akan mengakibatkan gangraen (suatu kondisi di mana jaringan tubuh mengalami pembusukan). Dari pengalaman di lapangan, debridement yang dilakukan oleh seorang dokter tidak selalu akurat, kadangkala ada jaringan sehat yang ikut terkorek dan kadangkala ada jaringan mati yang masih tertinggal luput dari pengamatan. Dan di sinilah ’keunggulan’ belatung di dalam proses penyembuhan borok, karena belatung ini akan memakan jaringan nekrotik secara tuntas dan tidak ’menyentuh’ jaringan yang sehat





Sejarah penyembuhan luka besar dengan belatung ini sudah terjadi berabad-abad yang lampau. Suku Indian Maya dan suku Aborigin di Australia sudah lama mempraktekkannya. Di zaman Renaissance pun, dokter tentara mengamati bahwa luka pada serdadu yang ditumbuhi belatung ternyata justru menyelamatkan nyawanya dibandingkan dengan luka yang bebas belatung. Dalam Perang Dunia I, ada kisah pengalaman seorang dokter bedah ortopedi yang menangani luka tempur seorang prajurit yang mengalami patah tulang terbuka pada paha, luka menganga pada perut dan kantung zakar (scrotum). Yang mengherankan dokter ini, meskipun mengalami luka yang sangat parah, prajurit ini tidak mengalami suhu panas tinggi (sebagai petunjuk adanya infeksi pada lukanya). Setelah membuka pakaian prajurit ini, barulah dokter ini melihat adanya ’ribuan’ belatung yang memenuhi luka tersebut. Dan yang lebih mengherankan dokter ini, setelah belatung-belatung ini disingkirkan, nampaklah jaringan daging yang berwarna merah muda yang ’indah’, sebagai petunjuk bahwa luka itu sudah dalam proses penyembuhan. Perlu diingat, kasus ini terjadi pada era di mana luka patah tulang terbuka menyebabkan kematian pada 75 sampai 80 persen penderitanya.
Setelah dokter Baer dari Universitas Johns Hopkins membuktikan keampuhan pengobatan belatung pada penderita osteomyelitis (infeksi ganas pada tulang) pada tahun 1929, maka prosedur maggot therapy ( dinamakan juga maggot debridement therapy atau larval therapy) menjadi protap medis penanganan borok baik pada osteomyelitis, abses, luka bakar, sub-acute mastoiditis, maupun chronic empyema.
Baru setelah masa Perang Dunia II, saat ditemukan antibiotika penicillin, cara pengobatan luka dengan belatung ini pelan-pelan mulai ditinggalkan. Dewasa ini, dengan semakin banyaknya bakteri yang resisten terhadap antibiotika, maka cara pengobatan dengan belatung ini mulai dihidupkan kembali. Seperti kita ketahui, sekarang sudah berkembang bakteri yang sangat ganas dan kebal terhadap segala antibiotika yang dinamakan MRSA (Methicillin Resistant Staphylococcus aureus). Pada penelitian awal pada tahun 2007, terbukti terapi belatung ini berhasil mengatasi infeksi karena bakteri MRSA ini, demikian juga golongan bakteri ’pemakan daging’ (flesh eating) yang banyak mengakibatkan kematian pada penderitanya.
Untuk melakukan terapi belatung ini, maka belatung ini ditempatkan pada ’kawah’ luka dan dibalut dengan pembalut berbentuk kurungan (supaya belatung ini tidak berkeliaran kemana-mana). Belatung yang diternakkan ini diambil dari lalat hijau (green bottle fly). Pembalut ini juga perlu diberi lubang angin untuk pernafasan belatung. Belatung ini akan memakan jaringan mati (nekrotik) ini selama dua hari dan setelah itu akan dikeluarkan dari tempat luka. Umumnya setelah dua hari, belatung ini sudah sangat kenyang dan berbadan gemuk, sehingga tidak berminat untuk makan lagi. Bila diperlukan, pemberian belatung dapat diulangi lagi sesuai dengan keparahan boroknya. Penderita borok karena penyakit diabetes, juga dapat memanfaatkan maggot therapy ini. Umumnya mereka mengalami borok pada jari-jari kaki dan tungkai bawah, sehingga terpaksa harus diamputasi bilamana borok itu sudah mengalami pembusukan (gangraen). Dengan adanya terapi belatung ini harapan kesembuhan borok pada kaki ini menjadi kenyataan.
Sekarang di hampir semua pusat kesehatan di Amerika Serikat dapat dilakukan terapi belatung ini. Terapi ini juga sudah dilaksanakan oleh 4.000 ahli terapi di 20 negara di dunia. Pada tahun 2006 tercatat 50.000 terapi belatung dilakukan di seluruh dunia. Seperti pada kasus-kasus pengobatan lainnya, terapi belatung masih memerlukan uji klinis yang lebih komprehensif. Dari penelitian membandingkan penanganan borok pada tungkai kaki (leg ulcer) dengan prosedur pemberian hydrogel dan pemberian belatung, didapatkan bahwa pemberian belatung tidak lebih unggul dibandingkan dengan hydrogel. Dengan demikian para peneliti ingin mengatakan bahwa kita tidak usah terburu-buru menerima klaim bahwa maggot therapy ini, dapat mempercepat kesembuhan borok dan ampuh melawan bakteri ganas MRSA.

Sumber : Kompasiana