A.Pengertian
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam sistem (kimia atau fisika). Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktifitas sel.
(Wahit Iqbal Mubarak, 2007)

Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untukmempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 ruangan setiap kali bernapas.
(Wartonah Tarwanto, 2006)

Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia, dalam tubuh, oksigen berperan penting dalam proses metabolism sel tubuh. Kekurangan oksigan bisa menyebabkan hal yangat berartibagi tubu, salah satunya adalah kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu dilakukan untuk mejamin pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut, agar terpenuhi dengan baik. Dalam pelaksanannya pemenuhan kebutuhan oksigen merupakan garapan perawat tersendiri, oleh karena itu setiap perawat harus paham dengan manisfestasi tingkat pemenuhan oksigen pada klienya serta mampu mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan tesebut.


B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan
Stuktur Sistem Pernafasan
1. Sistem pernafasan Atas
Sistem pernafasaan atas terdiri atas mulut,hidung, faring, dan laring.
Hidung. Pada hidung udara yang masuk akan mengalami penyaringan, humidifikasi, dan penghangatan
Faring. Faring merupakan saluran yang terbagi dua untuk udara dan makanan. Faring terdiri atas nasofaring dan orofaring yang kaya akan jaringan limfoid yang berfungsi menangkap dan dan menghancurkan kuman pathogen yang masuk bersama udara.
Laring. Laring merupakan struktur yang merupai tulang rawan yang bisa disebut jakun. Selain berperan sebagai penghasil suara, laring juga berfungsi mempertahankan kepatenan dan melindungi jalan nafas bawah dari air dan makanan yang masuk.
2. Sistem pernafasan Bawah
Sistem pernafasaan bawah terdiri atas trakea dan paru-paru yang dilengkapi dengan bronkus, bronkiolus, alveolus, jaringan kapiler paru dan pleura.
Trakea. Trakea merupakan pipa membran yang dikosongkan oleh cincin kartilago yang menghubungkan laring dan bronkus utama kanan dan kiri.
Paru. Paru-paru ada dua buah teletak di sebelah kanan dan kiri. Masing-masing paru terdiri atas beberapa lobus (paru kanan 3 lobus dan paru kiri 2 lobus) dan dipasok oleh satu bronkus. Jaringan-jaringn paru sendiri terdiri atas serangkain jalan nafas yang bercabang-cabang, yaitu alveoulus, pembuluh darah paru, dan jaringan ikat elastic. Permukaan luar paru-paru dilapisi oleh dua lapis pelindung yang disebut pleura. Pleura pariental membatasi toralk dan permukaan diafragma, sedangkan pleura visceral membatasi permukaan luar paru. Diantara kedua lapisan tersebut terdapat cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas guna mencegah gerakan friksi selama bernafas.


Berdasarkan tempatnya proses pernafasan terbagi menjadi dua dua yaitu:
a. Pernapasan eksternal
Pernapasan eksternal (pernapasan pulmoner) mengacu pada keseluruhan proses pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Secara umum proses ini berlangsung dalam tiga langkah, yakni :
1. Ventilasi pulmoner
Saat bernapas, udara bergantian masuk-keluar paru melalui proses ventilasi sehingga terjadi pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan alveolus. Proses ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu jalan napas yang bersih, system saraf pusat dan system pernapasan yang utuh, rongga toraks yang mampu mengembang dan berkontraksi dengan baik, serta komplians paru yang adekuat.

2. Pertukaran gas alveolar
Setelah oksigen masuk alveolar, proses proses pernapasan berikutnya adalah difusi oksigen dari alveolus ke pembuluh darah pulmoner. Difusi adalah pergerakan molekul dari area berkonsentrasi atau bertekanan tinggi ke area berkonsentrasi atau bertekanan rendah. Proses ini berlangsung di alveolus dan membran kapiler, dan dipengaruhi oleh ketebalan membran serta perbedaan tekanan gas.
3. Transpor oksigen dan karbon dioksida
Tahap ke tiga pada proses pernapasan adalah tranpor gas-gas pernapasan. Pada proses ini, oksigen diangkut dari paru menuju jaringan dan karbon dioksida diangkut dari jaringan kembali menuju paru.

b. Pernapasan internal
Pernapasan internal (pernapasan jaringan) mengaju pada proses metabolisme intra sel yang berlangsung dalam mitokondria, yang menggunakan oksigen dan menghasilkan CO2 selama proses penyerapan energi molekul nutrien. Pada proses ini darah yang banyak mengandung oksigen dibawa ke seluruh tubuh hingga mencapai kapiler sistemik. Selanjutnya terjadi pertukaran O2 dan CO2 antara kapiler sistemik dan sel jaringan. Seperti di kapiler paru, pertukaran ini juga melalui proses difusi pasif mengikuti penurunan gradien tekanan parsial.

C. ETIOLOGI

a. Faktor Fisiologi
1. Menurunnya kemampuan mengikatO 2 seperti pada anemia
2. Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada Obstruksi saluran pernafasan bagian atas
3. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun yang mengakibatkan terganggunya oksigen(O2)
4. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam luka, dll
5. kondisi yang mempengaruhi pergerakkan dinding dada seperti pada kehamilan, obesitas, muskulur sekeletal yang abnormal, penyakit kronis seperti TBC paru.
b. Faktor Perilaku
1. Nutrisi, misalnya gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen
berkurang.
2. Exercise, exercise akan meningkatkan kebutuhan Oksigen.
3. Merokok, nikotin menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan
koroner
4. Alkohol dan obat-obatan menyebankan intake nutrisi /Fe mengakibatkan
penurunan hemoglobin, alkohol menyebabkan depresi pusat pernafasan.
5. kecemasan ; menyebabkan metabolisme meningkat.


D. FISIOLOGI PERUBAHAN FUNGSI PERNAFASAN

1. Hiperventilasi
Merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah O2 dalam paru-paru agar pernafasan lebih cepat dan dalam. Hiperventilasi dapat disebabkan karena kecemasan, infeksi, keracunan obat-obatan, keseimbangan asam basa seperti osidosis metabolik Tanda-tanda hiperventilasi adalah takikardi, nafas pendek, nyeri dada, menurunnya konsentrasi, disorientasi, tinnitus.
2. Hipoventilasi
Terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat untuk memenuhi penggunaan O2 tubuh atau untuk mengeluarkan CO2 dengan cukup. Biasanya terjadi pada keadaaan atelektasis (Kolaps Paru). Tanda-tanda dan gejalanya pada keadaan hipoventilasi adalah nyeri kepala, penurunan kesadaran, disorientasi, ketidak seimbangan elektrolit.
3. Hipoksia
Tidak adekuatnya pemenuhuan O2 seluler akibat dari defisiensi O2 yang didinspirasi atau meningkatnya penggunaan O2 pada tingkat seluler. Hipoksia dapat disebabkan oleh menurunnya hemoglobin, kerusakan gangguan ventilasi, menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok, berkurannya konsentrasi O2 jika berada dipuncak gunung. Tanda tanda Hipoksia adalah kelelahan, kecemasan menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi meningkat, pernafasan cepat dan dalam sianosis, sesak nafas.

E. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

Patologi
1. Penyakit pernafasan menahun (TBC, Asma, Bronkhitis)
2. Infeksi, Fibrosis kritik, Influensa
3. Penyakit sistem syaraf (sindrom guillain barre, sklerosis, multipel miastania gravis)
4. Depresi SSP / Trauma kepala
5. Cedera serebrovaskuler (stroke)
Maturasional
1. Bayi prematur yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan
2. Bayi dan taddler, adanya resiko infeksi saluran pernafasa dan merokok
3. Anak usia sekolah dan remaja, resiko infeksi saluran pernafasan dan merokok
4. Dewasa muda dan pertengahan. Diet yang tidak sehat, kurang aktifitas stress
yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru
5. Dewasa tua, adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arterios klerosis, elastisitasi menurun, ekspansi pann menurun.
Situasional (Personal, Lingkungan)
1. Berhubungan dengan mobilitas sekunder akibat : pembedahan atau trauma
nyeri, ketakutan, ancietas, keletihan.
2. Berhubungan dengan kelembaban yang sangat tinggi atau kelembaban rendah
3. Berhubungan dengan menghilangnya mekanisme pembersihan siliar, respons inflamasi, dan peningkatan pembentukan lendir sekunder akibat rokok, pernafasan mulut.
F. BATASAN KARAKTERISTIK

MAYOR
• Perubahan frekuensi pernafasan atau pola pernafasan (dari biasanya)
• Perubahan nadi (frekuensi, Irama dan kualitas)
• Dispnea pada usahan napas
• Tidak mampu mengeluarkan sekret dijalan napas
• Peningkatan laju metabolik
• Batuk tak efektif atau tidak ada batuk
MINOR
• Ortopnea
• Takipnea, Hiperpnea, Hiperventilasi
• Pernafasan sukar / berhati-hati
• Bunyi nafas abnormal
• Frekuensi, irama, kedalaman. Pernafasan abnormal
• Kecenderungan untuk mengambil posisi 3 titik (dukuk, lengan pada lutut,
condong kedepan)
• Bernafas dengan bibir dimonyongkan dengan fase ekspirasi yang lama
• penurunan isi oksigen
• Peningkatan kegelisahan
• Ketakutan
• Penurunan volume tidal
• Peningkatan frekuensi jantung
(Diagnosa keperawatan, Lynda Tuall Carpennito, hal 383 – 387)



G. Manifestasi Klinik
- suara napas tidak normal.
- perubahan jumlah pernapasan.
- batuk disertai dahak.
- Penggunaan otot tambahan pernapasan.
- Dispnea.
- Penurunan haluaran urin.
- Penurunan ekspansi paru.
- Takhipnea


H. Fokus Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
1. Masalah keperawatan yang pernah dialami
- Pernah mengalami perubahan pola pernapasan.
- Pernah mengalami batuk dengan sputum.
- Pernah mengalami nyeri dada.
- Aktivitas apa saja yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala di atas.
2. Riwayat penyakit pernapasan
- apakah sering mengalami ISPA, alergi, batuk, asma, TBC, dan lain-lain ?
- bagaimana frekuensi setiap kejadian?

3. Riwayat kardiovaskuler
- pernah mengalami penyakit jantung (gagal jantung, gagal ventrikel kanan,dll) atau peredaran darah.
4. Gaya hidup
- merokok , keluarga perokok, lingkungan kerja dengan perokok.



b. Pemeriksaan Fisik
1. Mata
- konjungtiva pucat (karena anemia)
- konjungtiva sianosis (karena hipoksemia)
- konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau endokarditis)
2. Kulit
- Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer)
- Penurunan turgor (dehidrasi)
- Edema.
- Edema periorbital.
3. Jari dan kuku
- Sianosis
- Clubbing finger.
4. Mulut dan bibir
- membrane mukosa sianosis
- bernapas dengan mengerutkan mulut.
5. Hidung
- pernapasan dengan cuping hidung.
6. Vena leher
- adanya distensi / bendungan.
7. Dada
- retraksi otot Bantu pernapasan (karena peningkatan aktivitas pernapasan, dispnea, obstruksi jalan pernapasan)
- pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan dada kanan.
- Tactil fremitus, thrills (getaran pada dada karena udara/suara melewati saluran/rongga pernapasan)
- Suara napas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
- Sara napas tidak normal (creklerlr/rales, ronkhi, wheezing, friction rub/pleural friction)
- Bunyi perkusi (resonan, hiperesonan, dullness)
8. Pola pernapasan
- pernapasan normal(eupnea)
- pernapasan cepat (tacypnea)
- pernapasan lambat (bradypnea)

c. Pemeriksaan penunjang
- EKG
- Echocardiography
- Kateterisasi jantung
- Angiografi

I. Intervensi
1. Diagnosa : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret yang berlebihan dan kental.
Tujuan : pola nafas lebih efektif dan kembali normal.
Kriteria Hasil : sesak nafas berkurang/hilang, RR 16-24 x/menit, Tak ada wheezing
Intervensi umum :
Mandiri
- Kaji faktor penyebab.
- Kurangi atau hilangkan faktor penyebab.
- Jika ada nyeri, berikan obat pereda nyeri sesuai kebutuhan.
- Sesuaikan pemberian dosis analgesik dengan sesi latihan batuk.
- Pertahankan posisi tubuh yang baik untuk mencegah nyeri atau cedera otot.
- Jika sekret kental, pertahankan hidrasi yang adekuat (tingkatkan asupan cairan hingga 2-3 x sehari jika ada kontraindikasi).
- Pertahankan kelembapan udara inspirasi yang adekuat.
Kolaborasi
- Kolaborasikan dengan dokter untuk tindakan suction guna mempertahankan kepatenan jalan napas.
- Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian oksigen melalui masker, kanula hidung, dan transtrakea guna mempertahankan dan meningkatkan oksigenasi.
Rasional
- Batuk yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kelemahan dan tidak efektif, dan bisa menyebabkan bronchitis.
- Latihan napas dalam dapat melebarkan jalan napas.
- Duduk pada posisi tegak menyebabkan organ-organ abdomen terdorong menjauhi paru, akibatnya pengembangan paru menjadi lebih besar.
- Pernapasan diafragma mengurangi frekuensi pernapasan dan meningkatkan ventilas alveolar.
- Sekret yang kental sulit dikeluarkan dan dapat menyebabkan henti mukus, kondisi ini dapat menimbulkan atelektasis.
- Secret harus cukup encer agar mudah dikeluarkan.
- Nyeri atau rasa takut akan nyari dapat melelah dan menyakitkan.
Dukungan emosional menjadi semangat bagi klien, air hangat dapat membantu relaksasi.

DAFTAR PUSTAKA


Brunner & Suddarth.2002. Keperawatan Medikal Bedah. Vol:1. Jakarta: EGC
NANDA. 2005-2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika
Mubarak, Wahit Iqbal. 2007. Buku ajar kebutuhan dasar manusia : Teori & Aplikasi dalam praktek. Jakarta: EGC.
Willkinson. Judith M. 2007. Diagnosa Keperawatan.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Kozier. Fundamental of Nursing
Tarwanto, Wartonah. 2006. Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan edisi 3. Salemba:Medika.
Carperito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan edisi 8, EGC: Jakarta
Alimul, Azis. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Salemba Medika: Jakarta

A.DEFINISI

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah keadaaan dimana individu yang mengalami kekurangan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolic.( Wilkinso Judith M. 2007)
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah intake nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic.( Nanda. 2005-2006 )

B.FISIOLOGI

Fungsi utama sistem pencernaan adalah memindahkan zat nutrien (zat yang sudah dicerna), air, dan garam yang berasal dari zat makanan untuk didistribusikan ke sel-sel melalaui sistem sirkulasi. Zat makanan merupakan sumber energi bagi tubuh seperti ATP yang dibutuhkan sel-sel untuk melaksanakn tugasnya.
Agar makanan dapat dicerna secara optimal dalam saluran pencernaan , maka saluran pencernaan harus mempunyai persediaan air, elektrolit dan zat makanan yang terus menerus.Untuk ini dibutuhkan:

1.Pergerakan makan melaui saluran pencernaan.
2.Sekresi getah pencernaan.
3.Absorbpsi hasil pencernaan, air, dan elektrolit.
4.Sirkulasi darah melalui organ gastrointestinal yang membawa zat yang diabsorbpsi.
5.Pengaturan semua fungsi oleh sistem saraf dan hormon

Dalam lumen saluran gastroinrestinal (GI) harus diciptakan suatu lingkunugan khusus supaya pencernaan dan absorbsi dapat berlangsung.
Sekresi kelenjar dan kontraksi otot harus dikendalikan sedemikian rupa supaya tersedia lingkungan yang optimal. Mekanisme pengendalian lebih banyak dipengaruhi oleh volume dan komposisi kandungan dan lumen gastrointestinal.
Sistem pengendalian harus dapat mendeteksi keadaan lumen.sistem ini terdapat didalam dinding saluran gastrointestinal. Kebanyakan refleks GI dimulai oleh sejumlah rangsangan dilumen yaitu regangan dinding oleh isi lumen ,osmolaritas kimus atau konsenttrasi zat yang terlarut, keasaman kimus atau konsentrsi ion H, dan hasil pencernaan karbohidrat, lemak, protein (monosakarida, asam lemak dan peptide dari asam amino).

Proses pencernaan makanan antara lain :
1.Mengunyah
2.Menelan(deglusi)
a.Pengaturan saraf pada tahap menelan
b.Tahap menelan diesofagus
3.Makanan dilambung
4.Pengosongan dilambung
5.Factor reflexs duodenum
6.Pergerakan usus halus
a.Gerakan kolon
b.Gerakan mencampur
c.Gerakan mendorong
7.Defekasi


C.MANIFESTAI KLINIS

Manifestasi klinis atau tanda dan gejala nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh menurut buku saku diagnosa keperawatan NIC-NOC antara lain :
A.Subjektif
a.Kram abdomen
b.Nyeri abdomen dengan atau tanpa penyakit.
c.Merasakan ketidakmampuan untuk mengingesti makanan.
d.Melaporkan perubahan sensasi rasa.
e.Melaporkan kurangnya makanan.
f.Merasa kenyang segrav setelah mengingesti makanan.

B.Objektif
a.Tidak tertarik untuk makan.
b.Diare.
c.Adanya bukti kekurangan makanan.
d.Kehilangan rambut yang berlebiahan.
e.Busing usus hiperaktif.
f.Kurangnya minat pada makanan.
g.Luka,rongga mulut inflamasi.



D.FOKUS PENGKAJIAN

Pengkajian

1.Riwayat keperawatann dan diet.
a.Anggaran makan, makanan kesukaan, waktu makan.
b.Apakah ada diet yang dilakukan secara khusus.
c.Adakah penurunan dan peningkatan berat badan dan berapa lama periode waktunya?
d.Adakah sttus fisik pasien ang dapat meningkatakan diet seperti luka bakar dan demam?
e.Adakah toleransi makanan/minumam tertentu?

2.Factor yang mempengaruhi diet
a.Status keehatan
b.Kultur dan keperrcayaan
c.Status sosial ekonomi.
d.Factor psikolpgis.
e.Informasi yang salah tentang makanan dan cara berdiet.

3.Pemeriksaan fisik
a.Keadaan fisik:apatis,lesu
b.Berat badan :obesitas,kurus.otot : flaksia,tonus Kurang,tidak mampu bekerja.
c.Sistem saraf:bigung,rasa terbakar,reflek menurun.
d.Fungsi gastrointestinal: anoreksia,konstipasi,diare,pembesaran liver.
e.Kardiovaskuler:denyut nadi lebih dari 100 kali/menit,irama abnormal,tekanan darah
rendah/tinggi.
f.Rambut: kusam,kering,pudar,kemerahan,tipis,pecah/patah-patah.
g.Kulit: kering,pucat,iritasi,petekhie,lemak disubkutan tidak ada.
h.Bibir: kering,pecah-pecah,bengkak,lesi,stomatitis,membrane mukosa pucat.
i.Gusi: perdarahan,peradangan.
j.Lidah: edema,hiperemasis.
k.Gigi: karies,nyeri, kotor.
l.Mata: konjungtiva pucat,kering,exotalmus,tanda-tanda infeksi.
m.Kuku: mudah patah.


4.Pengukuran antopometri:

a.Berat badan ideal: (TB- 100)*10%
b.LINGKAR PERGELNGAN TANGAN
c.LINGKAR LENGAN ATAS (MAC) :
Nilai normal
Wanita :28,5c
Pria :28,3 cm
d.Lipatan kulit paad otot trisep (TSF)
Nilai normal Wanita : 16,5-18 cm
Pria :12,5-16,5 cm


5.Laboratorium

a.Albumin (N:4-5,5 mg/100ml)
b.Transferin (N:170-25 MG/100 ML)
c.Hb (N: 12 MG%)
d.BUN (N:10-20 mg/100ml)
e.Ekskresi kreatinin untuk 24 jam (N :LAKI-LAK1: 0,6-1,3 MG/100 ML,WANITA: 0,5-1,0 MG/
100 ML)


E.DIAGNOSA KEPERAWTAN DAN INTERVENSI


INTERVENSI RASIONAL
1.Tingkatkan intake makanan melalui:
a.Mei pasien.ngurani gangguan lingkungan yang berisik dan lain0lain.
b.Berikan obat sebelum makan bila ada indikasi.
c.Jaga privasi pasien.
2.Jaga kebersihan mulut pasien
3.Bantu pasien makan jika tidak mampu.
4.Sajikan makanan yang mudah dicerna,dalam keadaan hangat, tertutup, dan berikan sedikit-sedikit
tapi seing.
5.Kaji tanda vital,sensori dan bising usus.
6.Monitor hasil lab,seperti glukosa,elektrolit,albumin,Hb, kolaborasi dengan dokter.
7.Berikan pendidikan kesehatan tentang cara diet, kebutuhan kalori dan tindakan keperawatan yang berhubungan dengan nutrisi jika pasien menggunakan NGT.
8.Pemberian caiaran/ makanan tidak lebih 150 cc sekali pemberian.
1.Cara khusus untuk meningkatkan nafsu makan.
2.Mulut yang bersih meningkatakan nafsu majkan.
3.Membantu pasien makan.
4.Meningkatkan selera makan dan intake makan.
5.Membantu mengkaji keadaan pasien.
6.Monitor status nutrisi.
7.Meningkatkan pengetahuan agar pasien le bih koopeartifonitor.
8.Menghindari aspirasi


DAFTAR PUSTAKA

Nanda 2005-2006. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika.
Wilkinson, Judith M. 2007. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Syaifudin.2006.Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan.Jakarta: EGC

Kebutuhan nutrisi bagi tubuh merupakan suatu kebutuhan dasar manusia yang sangat penting. Dilihat dari kegunaannya, nutrisi merupakan sumber energi untuk segala aktivitas dalam sistem tubuh.
Sumber nutrisi dalam tubuh berasal dari dalam tubuh sendiri, seperti glikogen yang terdapat dalam otot dan hati ataupun protein dan lemak dalam jaringan dan sumber lain yang berasal dari luar tubuh seperti yang sehari-hari dimakan oleh manusia. Pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak akan sangat berguna dalam membantu proses tumbuh-kembang.
Prosedur Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi pada orang sakit yang tidak mampu secara mandiri dapat dilakukan dengan cara membantu memenuhinya melalui oral (mulut), enteral (pipa lambung) atau parenteral (infus).

Pemberian Nutrisi Melalui Oral (Mulut)

Tindakan ini merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi per-oral secara mandiri

Tujuan Pemberian Nutrisi Melalui Oral (Mulut)

  1. Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien

Alat dan Bahan Pemberian Nutrisi Melalui Oral (Mulut)

  1. Piring
  2. Sendok
  3. Garpu
  4. Gelas
  5. Serbet
  6. Mangkok cuci tangan
  7. Pengalas
  8. Makanan dengan menu dan porsi sesuai dengan program

Prosedur Kerja Pemberian Nutrisi Melalui Oral (Mulut)

  1. Berikan penjelasan
  2. Cuci tangan
  3. Atur posisi pasien dengan duduk atau setengah duduk sesuai dengan kondisi pasien
  4. Pasang pengalas
  5. Tawarkan pasien melakukan ritual makan (misalnya: berdo'a sebelum makan<)
  6. Bantu aktivitas dengan cara menyuap makan sedikit demi sedikit dan berikan minum sesudah makan
  7. Bila selesai makan, bersihkan mulut pasien dan anjurkan duduk sbentar
  8. Catat tindakan dan hasil atau respons terhadap tindakan
  9. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

Referensi

A. Aziz Alimul Hidayat, S.Kp, “Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia” Penulis: A. Aziz Alimul Hidayat, S.Kp, Musrifatul Uliyah, S.Kp; Editor: Monica Ester.- Jakarta : EGC : 2004

Tindakan ini dilakukan pada klien yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi per-oral atau adanya gangguan fungsi menelan. Tindakan pemberian nutrisi melalui pipa lambung dapat dilakukan dengan pemasangan pipa lambung terlebih dahulu, kemudian dapat dilakukan pemberian nutrisi.

Tujuan Pemberian Nutrisi Melalui Pipa Lambung

  1. Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien

Pemasangan Pipa Lambung

Alat dan Bahan Pemasangan Pipa Lambung

  1. Pipa penduga dengan tempatnya corong
  2. Spuit 20 cc
  3. Pengalas
  4. Bengkok
  5. Plester dan gunting
  6. Makanan dalam bentuk cair
  7. Air matang
  8. Obat-obatan
  9. Stetoskop
  10. Klem
  11. Baskom berisi air (kalau tidak ada stetoskop)
  12. Vaselin

Prosedur Kerja Pemasangan Pipa Lambung

  1. Cuci tangan
  2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
  3. Atur posisi pasien (manusia coba) dengan posisi semi-Fowler
  4. Bersihkan daerah hidung dan pasangkan pengalas di daerah dada
  5. Letakkan bengkok di dekat pasien
  6. Tentuksn letak pipa penduga dengan cara mengukur panjang pipa dari Epigastrium sampai hidung kemudian di bengkokkan ke telinga dan beri tanda batasnya (Lihat Gambar>
  7. Berikan vaselin atau pelicin pada ujung pipa dan klem pangkal pipa tersebut, lalu masukkan melalui hidung secara perlahann-lahan sambil pasien di anjurkan untuk menelannya
  8. Tentukan apakah pipa tersebut benar-benar sudah masuk ke lambung, dengan cara :
    1. Masukkan ujung slang yang di klem ke dalam waskom yang berisi air (klem di buka) dan perhatikan bila ada gelembung, pipa masuk ke paru, dan jika tidak ada gelembung berarti pipa tersebut masuk kedalam lambung setelah itu di klem atau dilipat kembali
    2. Masukkan udara dengan spuit ke dalam lambung melalui pipa tersebut dan dengarkan dengan stetoskop. Apabila di lambung terdengar bunyi, berarti pipa tersebut sudah masuk. Setelah itu, keluarkan udara yang ada di dalam lambung sebanyak yang telah di masukkan
  9. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

Pemberian Nutrisi

Alat dan Bahan Pemberian Nutrisi Melalui Pipa Lambung

  1. Corong
  2. Spuit 20 cc
  3. Pengalas
  4. Bengkok
  5. Makanan dalam bentuk cair
  6. Air matang
  7. Obat-obatan (Bila ada)
  8. Klem
  9. Stetoskop

Prosedur Kerja Pemberian Nutrisi Melalui Pipa Lambung

  1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
  2. Cuci tangan
  3. Atur posisi semi-Fowler
  4. Pasangkan pengalas
  5. Letakkan bengkok
  6. Periksa dahulu sisa makanan di lambung dengan menggunakan spuit yang di aspirasikan ke pipa lambung
  7. Buka Klem atau penutup
  8. Lakukan tindakan pemberian makan dengan cara pasang corong/spuit pada pangkal pipa
  9. Masukkan air matang kurang-lebuh 15 cc pada awal dengan di tuangkan lewat pinggirnya
  10. Berikan makanan dalam bentuk cair yang tersedia. Kemudian, bila ada obat-obatan masukkan dan beri air minum lalu klem pipa penduga
  11. Catat hasilnya atau respon pasien selama pemberian makanan
  12. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

Referensi

A. Aziz Alimul Hidayat, S.Kp, “Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia” Penulis: A. Aziz Alimul Hidayat, S.Kp, Musrifatul Uliyah, S.Kp; Editor: Monica Ester.- Jakarta : EGC : 2004


Pemberian Nutrisi Parenteral merupakan pemberian nutrisi berupa cairan infus yang di masukkan ke dalam tubuh melalui darah vena baik sentral (untuk nutrisi parenteral total) atau vena perifer (untuk nutrisi parenteral parsial).
Pemberian nutrisi melalui parenteral dilakukan pasien yang tidak dapat di penuhi kebutuhan nutrisinya melalui oral atau enteral

Tujuan Pemberian Nutrisi Parenteral

  1. Mempertahankan kebutuhan nutrisi

Metode pemberian Pemberian Nutrisi Parenteral

  1. Nutrisi parenteral parsial, pemberian sebagian kebutuhan nutrisi melalui intravena. Sebagian kebutuhan nutrisi harian pasien masih dapat di penuhi melalui enteral. Cairan yang biasanya digunakan dalam bentuk dekstrosa atau cairan asam amino
  2. Nutrisi parenteral total, pemberian nutrisi melalui jalur intravena ketika kebutuhan nutrisi sepenuhnya harus dipenuhi melalui cairan infus. Cairan yang dapat digunakan adalah cairan yang mengandung karbohidrat seperti Triofusin E1000, cairan yang mengandung asam amino seperti PanAmin G, dan cairan yang mengandung lemak seperti Intralipid
  3. Lokasi pemberian nutrisi secara parenteral melalui vena sentral dapat melalui vena antikubital pada vena basilika sefalika, vena subklavia, vena jugularis interna dan eksterna, dan vena femoralis. Nutrisi parenteral melalui perifer dapat dilakukan pada sebagian vena di daerah tangan dan kaki

Prosedur Perawatan Kateter Pemberian Nutrisi Parenteral

  1. Jelaskan prosedur pada pasien
  2. Cuci tangan
  3. Gunakan cara aseptik dalam perawatan kateter
  4. Ganti balutan tiap 24 - 48 jam
  5. Ganti set infus maksimal 2 x 24 jam
  6. Ganti posisi pemasangan infus maksimal 3 x 24 jam (perifer)
  7. Perhatikan tanda phlebitis, inflamasi, dan thrombosis
  8. Jangan gunakan untuk pengambilan sampel darah dan pemberian obat
  9. Lakukan pemantauan selama pemberian nutrisi parenteral, antara lain:
    1. Pemeriksaan laboratorium seperti BUN, kreatinin, gula darah, elektrolit dan faal hepar
    2. Timbang berat badan pasien
    3. Periksa reduksi urine
    4. Observasi jumlah cairan yang masuk dan keluar
    5. Cairan jangan di gantuk lebih dari 24 jam
    6. Pemberian asam amino harus bersamaan dengan karbohidrat dengan harapan kalori yang di butuhkan akan di penuhi karbohidrat
  10. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

Referensi

A. Aziz Alimul Hidayat, S.Kp, “Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia” Penulis: A. Aziz Alimul Hidayat, S.Kp, Musrifatul Uliyah, S.Kp; Editor: Monica Ester.- Jakarta : EGC : 2004

Perawatan Luka Kotor

Kamis, 16 Juni 2011

PERAWATAN LUKA KOTOR
STANDARD OPERSIONAL PROSEDUR
PENGERTIAN Melakukan tindakan perawatan : mengganti balutan, membersihkan luka pada luka kotor
TUJUAN
  1. Mencegah infeksi
  2. Membantu penyembuhan luka
KEBIJAKAN Dilakukan pada luka kotor
PETUGAS Perawat
PERALATAN Bak Instrumen yang berisi:
  1. Pinset anatomi
  2. Pinset chirurgis
  3. Gunting debridemand
  4. Kasa steril
  5. Kom: 3 buah
Peralatan lain terdiri dari:
  1. Sarung tangan
  2. Gunting plester
  3. Plester/perekat
  4. Alkohol 70 % / Wash bensin
  5. Desinfektant
  6. NaCl 0,9 %
  7. Bengkok 2 buah, 1 buah berisi larutan desinfektan
  8. Verband
  9. Obat luka sesuai kebutuhan
PROSEDUR PELAKSANAAN
  1. Tahap PraInteraksi
    1. Melakukan verifikasi program terapi
    2. Mencuci tangan
    3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
  2. Tahap Orientasi
    1. Memberikan salam dan menyapa nama pasien
    2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien
    3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
  3. Tahap Kerja
    1. Menjaga privacy
    2. Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas
    3. Membuka peralatan
    4. Memakai sarung tangan
    5. Membasahi plester dengan alcohol/wash bensin dan buka menggunakan pinset
    6. Membuka balutan lapis luar
    7. Membersihkan sekitar luka dan bekas plester
    8. Membuka balutan lapis dalam
    9. Menekan tepi luka (sepanjang luka) untuk mengeluarkan pus
    10. Melakukan debridement
    11. Membersihkan luka dengan cairan NaCl
    12. Melakukan kompres desinfektan dan tutup dengan kasa
    13. Memasang plester atau verband
    14. Merapikan pasien
  4. Tahap Terminasi
    1. Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan
    2. Berpamitan dengan klien
    3. Membereskan alat-alat
    4. Mencuci tangan
    5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan perawatan

PENILAIAN PENCAPAIAN KOMPETENSI ASPEK KETRAMPILAN
PERAWATAN LUKA KOTOR

No
ASPEK YANG DINILAI
BOBOT
NILAI
0
1
2
A
ALAT





Bak Instrumen yang berisi:




1
Pinset anatomi
1



2
Pinset chirurgis
1



3
Gunting debridemand
2



4
Kasa steril
1



5
Kom: 3 buah
1




Peralatan lain terdiri dari




6
Sarung tangan
1



7
Gunting plester
1



8
Plester/perekat
1



9
Alkohol 70 % / Wash bensin
1



10
Desinfektant
1



11
NaCl 0,9 %
1



12
Bengkok 2 buah, 1 buah berisi larutan desinfektan
1



13
Verband
1



14
Obat luka sesuai kebutuhan
1



B
Tahap Pra Interaksi




1
Melakukan verifikasi program terapi
2



2
Mencuci tangan
1



3
Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
1



C
Tahap Orientasi




1
Memberikan salam menyapa nama pasien
1



2
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien
2



3
Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
1



D
Tahap kerja




1
Menjaga privacy
1



2
Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas
1



3
Membuka peralatan
1



4
Memakai sarung tangan
1



5
Membasahi plester dengan alcohol/wash bensin dan buka menggunakan pinset
2



6
Membuka balutan lapis luar
1



7
Membersihkan sekitar luka dan bekas plester
2



8
Membuka balutan lapis dalam
1



9
Menekan tepi luka (sepanjang luka) untuk mengeluarkan pus
2



10
Melakukan debridement
2



11
Membersihkan luka dengan cairan NaCl
3



12
Melakukan kompres desinfektan dan tutup dengan kasa
3



13
Memasang plester atau verband
1



14
Merapikan pasien
1



E
Tahap Terminasi




1
Melakukan evaluasi tindakan yang di berikan
1



2
Berpamitan dengan klien
1



3
Membereskan  alat-alat
1



4
Mencuci tangan
1



5
Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
1




TOTAL
50




PERAWATAN KOLOSTOMI
A. Pengertian --> Suatu tindakan mengganti kantong kolostomi yang penuh dengan yang baru
B. Tujuan ---> Memberikan kenyamanan pada klien
C. Persiapan
- Persiapan pasien

  1. Mengucapkan salam terapeutik
  2. Memperkenalkan diri
  3. Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilaksanakan.
  4. Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
  5. Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.
  6. Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
  7. Privacy klien selama komunikasi dihargai.
  8. Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
  9. Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
- Persiapan alat
  1. Sarung tangan bersih
  2. Handuk mandi/selimut mandi
  3. Air hangat
  4. Sabun mandi yang lembut
  5. Tissue
  6. Kantong kolostomi bersih
  7. Bengkok/pispot
  8. Kassa
  9. Tempat sampah
  10. Gunting
D. Prosedur
  1. Menjealskan prosedur
  2. Mendekatkan alat-alat kedekat klien
  3. Pasang selimut mandi/handuk
  4. Dekatkan bengkok kedekat klien
  5. Pasang sarung tangan bersih
  6. Buka kantong lama dan buang ketempat bersih
  7. Bersihkan stoma dan kulit sekitar dengan menggunakan sabun dan cairan hangat
  8. Lindungi stoma dengan tissue atau kassa agar feces tidak mengotori kulit yang sudah dibersihkan
  9. Keringkan kulit sekitar stoma dengan tissue atau kassa
  10. Pasang kantong stoma
  11. Buka sarung tangan
  12. Bereskan alat
  13. Rapihkan pasien
  14. Mencuci tangan
  15. Melaksanakan dokumentasi :
  • Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar catatan klien
  • Catat tgl dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien

Dalam melakukan komunikasi pada anak perawat perlu memperhatikan berbagai aspek diantaranya adalah usia tumbuh kembang anak, cara berkomunikasi dengan anak, metode dalam berkomunikasi dengan anak tahapan atau langkah-langkah dalam melakukan komunikasi dengan anak serta peran orang tua dalam membantu proses komunikasi dengan anak sehingga bisa didapatkan informasi yang benar dan akurat.

A. Komunikasi dengan anak berdasarkan usia tumbuh kembang

1. Usia Bayi (0-1 tahun)

Komunikasi pada bayi yang umumnya dapat dilakukan adalah dengan melalui gerakan-gerakan bayi, gerakan tersebut sebagai alat komunikasi yang efektif, di samping itu komunikasi pada bayi dapat dilakukan secara non verbal. Perkembangan komunikasi pada bayi dapat dimulai dengan kemampuan bayi untuk melihat sesuatu yang menarik, ketika bayi digerakkan maka bayi akan berespons untuk mengeluarkan suara-suara bayi. Perkembangan komunikasi pada bayi tersebut dapat dimulai pada usia minggu ke delapan dimana bayi sudah mampu untuk melihat objek atau cahaya, kemudian pada minggu kedua belas sudah mulai melakukan tersenyum. Pada usia ke enam belas bayi sudah mulai menolehkan kepala pada suara yang asing bagi dirinya. Pada pertengahan tahun pertama bayi sudah mulai mengucapkan kata-kata awal seperti ba-ba, da-da, dan lain-lain. Pada bulan ke sepuluh bayi sudah bereaksi terhadap panggilan terhadap namanya, mampu melihat beberapa gambar yang terdapat dalam buku. Pada akhir tahun pertama bayi sudah mampu mengucapkan kata-kata yang spesifik antara dua atau tiga kata.
Selain melakukan komunikasi seperti di atas terdapat cara komunikasi yang efektif pada bayi yakni dengan cara menggunakan komunikasi non verbal dengan tehnik sentuhan seperti mengusap, menggendong, memangku, dan lain-lain.


2. Usia Todler dan Pra Sekolah (1-2,5 tahun, 2,5-5 tahun)

Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan perkembangan bahasa anak dengan kemampuan anak sudah mampu memahami kurang lebih sepuluh kata, pada tahun ke dua sudah mampu 200-300 kata dan masih terdengan kata-kata ulangan.
Pada anak usia ini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai sembilan ratus kata dan banyak kata-kata yang digunakan seperti mengapa, apa, kapan dan sebagainya. Komunikasi pada usia tersebut sifatnya sangat egosentris, rasa ingin tahunya sangat tinggi, inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasanya mulai meningkat, mudah merasa kecewa dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap komunikasi harus berpusat pada dirinya, takut terhadap ketidaktahuan dan perlu diingat bahwa pada usia ini anak masih belum fasih dalam berbicara (Behrman, 1996).
Pada usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan memberi tahu apa yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan pada mereka untuk menyentuh alat pemeriksaan yang akan digunakan, menggunakan nada suara, bicara lambat, jika tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana, hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti kata-kata “jawab dong”, mengalihkan aktivitas saat komunikasi, memberikan mainan saat komunikasi dengan maksud anak mudah diajak komunikasi dimana kita dalam berkomunikasi dengan anak sebaiknya mengatur jarak, adanya kesadaran diri dimana kita harus menghindari konfrontasi langsung, duduk yang terlalu dekat dan berhadapan. Secara non verbal kita selalu memberi dorongan penerimaan dan persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh anak tanpa disetujui dari anak, bersalaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan perasaan cemas, menggambar, menulis atau bercerita dalam menggali perasaan dan fikiran anak si saat melakukan komunikasi.

3. Usia Sekolah (5-11 tahun)

Perkembangan komunikasi pada anak usia ini dapat dimulai dengan kemampuan anak mencetak, menggambar, membuat huruf atau tulisan yang besar dan apa yang dilaksanakan oleh anak mencerminkan pikiran anak dan kemampuan anak membaca disini sudah muncul, pada usia ke delapan anak sudah mampu membaca dan sudah mulai berfikir tentang kehidupan.
Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah ini adalah tetap masih memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yaitu menggunakan kata-kata sederhana yang spesifik, menjelaskan sesuatu yang membuat ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak diketahui, pada usia ini keingintahuan pada aspek fungsional dan prosedural dari objek tertentu sangat tinggi. Maka jelaskan arti, fungsi dan prosedurnya, maksud dan tujuan dari sesuatu yang ditanyakn secara jelas dan jangan menyakiti atau mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu berkomunikasi secara efektif.

4. Usia Remaja (11-18 tahun)

Perkembangan komunikasi pada usia remaja ini ditunjukkan dengan kemampuan berdiskusi atau berdebat dan sudah mulai berpikir secara konseptual, sudah mulai menunjukkan perasaan malu, pada anak usia sering kali merenung kehidupan tentang masa depan yang direfleksikan dalam komunikasi. Pada usia ini pola pikir sudah mulai menunjukkan ke arah yang lebih positif, terjadi konseptualisasi mengingat masa ini adalah masa peralihan anak menjadi dewasa.
Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia ini adalah berdiskusi atau curah pendapat pada teman sebaya, hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu dan jaga kerahasiaan dalam komunikasi mengingat awal terwujudnya kepercayaan anak dan merupakan masa transisi dalam bersikap dewasa.


B. Cara komunikasi dengan anak

Komunikasi dengan anak merupakan sesuatu yang penting dalam menjaga hubungan dengan anak,melalui komunikasi ini pula perawat dapat memudahkan mengambil berbagai data yang terdapat pada diri anak yang selanjutnya digunakan dalam penentuan masalah keperawatan atau tindakan keperawatan. Beberapa cara yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan anak, antara lain :

1. Melalui orang lain atau pihak ketiga

Cara berkomunikasi ini pertama dilakukan oleh anak dalam menumbuhkan kepercayaan diri anak, dengan menghindari secara langsung berkomunikasi dengan melibatkan orang tua secara langsung yang sedang berada di samping anak. Selain itu dapat digunakan cara dengan memberikan komentar tentang mainan, baju yang sedang dipakainya serta hal lainnya, dengan catatan tidak langsung pada pokok pembicaraan.

2. Bercerita

Melalui cara ini pesan yang akan disampaikan kepada anak dapat mudah diterima, mengingat anak sangat suka sekali dengan cerita, tetapi cerita yang disampaikan hendaknya sesuai dengan pesan yang akan disampaikan, yang dapat diekspresikan melalui tulisan maupun gambar.

3. Memfasilitasi

Memfasilitasi anak adalah bagian cara berkomunikasi, melalui ini ekspresi anak atau respon anak terhadap pesan dapat diterima. Dalam memfasilitasi kita harus mampu mengekspresikan perasaan dan tidak boleh dominan, tetapi anak harus diberikan respons terhadap pesan yang disampaikan melalui mendengarkan dengan penuh perhatian dan jangan merefleksikan ungkapan negatif yang menunjukkan kesan yang jelek pada anak.

4. Biblioterapi

Melalui pemberian buku atau majalah dapat digunakan untuk mengekspresikan perasaan, dengan menceritakan isi buku atau majalah yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan kepada anak.

5. Meminta untuk menyebutkan keinginan

Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak, dengan meminta anak untuk menyebutkan keinginan dapat diketahui berbagai keluhan yang dirasakan anak dan keinginan tersebut dapat menunjukkan perasaan dan pikiran anak pada saat itu.

6. Pilihan pro dan kontra

Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam menentukan atau mengetahui perasaan dan pikiran anak, dengan mengajukan pasa situasi yang menunjukkan pilihan yang positif dan negatif sesuai dengan pendapat anak.

7. Penggunaan skala

Penggunaan skala atau peringkat ini digunakan dalam mengungkapkan perasaan sakit pada anak seperti penggunaan perasaan nyeri, cemas, sedih dan lain-lain, dengan menganjurkan anak untuk mengekspresikan perasaan sakitnya.

8. Menulis

Melalui cara ini anak akan dapat mengekspresikan dirinya baik pada keadaan sedih, marah atau lainnya dan biasanya banyak dilakukan pada anak yang jengkel, marah dan diam. Cara ini dapat dilakukan apabila anak sudah memiliki kemampuan untuk menulis.

9. Menggambar

Seperti halnya menulis menggambar pun dapat digunakan untuk mengungkapkan ekspresinya, perasaan jengkel, marah yang biasanya dapat diungkapkan melalui gambar dan anak akan mengungkapkan perasaannya apabila perawat menanyakan maksud dari gambar yang ditulisnya.



10. Bermain

Bermain alat efektif pada anak dalam membantu berkomunikasi, melalui ini hubungan interpersonal antara anak, perawat dan orang di sekitarnya dapat terjalin, dan pesan-pesan dapat disampaikan.

Kanker Vulva

Minggu, 12 Juni 2011

Kanker Vulva


I. Pengertian
Kanker vulva adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam vulva
Vulva merupakan bagian luar dari sistem reproduksi wanita, yang meliputi labia, lubang vagina, lubang uretra dan klitoris.
3-4% kanker pada sistem reproduksi wanita merupakan kanker vulva dan biasanya terjadi setelah menopause.

II. Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui. Faktor resiko terjadinya kanker vulva: 
1. Infeksi HPV atau kutil kelamin (kutil genitalis) 
HPV merupakan virus penyebab kutil kelamin dan ditularkan melalui hubungan seksual. 
2. Pernah menderita kanker leher rahim atau kanker vagina 
3. Infeksi sifilis 
4. Diabetes 
5. Obesitas 
6. Tekanan darah tinggi. 
7. Usia 
Tiga perempat penderita kanker vulva berusia diatas 50 tahun dan dua pertiganya berusia diatas 70 tahun ketika kanker pertama kali terdiagnosis. 
Usia rata-rata penderita kanker invasif adalah 65-70 tahun. 
8. Hubungan seksual pada usia dini 
9. Berganti-ganti pasangan seksual 
10. Merokok 
11. Infeksi HIV 
HIV adalah virus penyebab AIDS. Virus ini menyebabkan kerusakan pada sistem kekebalan tubuh sehingga wanita lebih mudah mengalami infeksi HPV menahun. 
12. Golongan sosial-ekonimi rendah. Hal ini berhubungan dengan pelayanan kesehatan yang adekuat, termasuk pemeriksaan kandungan yang rutin. 
13. Neoplasia intraepitel vulva (NIV) 
14. Liken sklerosus. Penyakit ini menyebabkan kulit vulva menjadi tipis dan gatal. 
15. Peradangan vulva menahun 
16. Melanoma atau tahi lalat atipik pada kulit selain vulva.

III. Gejala
Kanker vulva mudah dilihat dan teraba sebagai benjolan, penebalan ataupun luka terbuka pada atau di sekitar lubang vagina. 
Kadang terbentuk bercak bersisik atau perubahan warna. Jaringan di sekitarnya mengkerut disertai gatal-gatal. Pada akhirnya akan terjadi perdarahan dan keluar cairan yang encer. 
Gejala lainnya adalah:
• nyeri ketika berkemih 
• nyeri ketika melakukan hubungan seksual. 
• Hampir 20% penderita yang tidak menunjukkan gejala. 

IV. Penegakan Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil biopsi jaringan. Staging (Menentukan stadium kanker) 
Staging merupakan suatu peroses yang menggunakan hasil-hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik tertentu untuk menentukan ukuran tumor, kedalaman tumor, penyebaran ke organ di sekitarnya dan penyebaran ke kelenjar getah bening atau organ yang jauh. 
Dengan mengetahui stadium penyakitnya maka dapat ditentukan rencana pengobatan yang akan dijalani oleh penderita. 
Jika hasil biopsi menunjukkan bahwa telah terjadi kanker vulva, maka dilakukan beberapa pemeriksaan untuk mengetahui penyebaran kanker ke daerah lain: 
 Sistoskopi (pemeriksaan kandung kemih) 
 Proktoskopi (pemeriksaan rektum) 
 Pemeriksaan panggula dibawah pengaruh obat bius 
 Rontgen dada 
 CT scan dan MRI. 

V.  Stadium kanker Vulva
Stadium kanker vulva dari sistem FIGO: 
1. Stadium 0 (karsinoma in situ, penyakit Bowen) : kanker hanya ditemukan  permukaan kulit vulva 
2. Stadium I : kanker ditemukan di vulva dan/atau perineum (daerah antara rektum dan vagina). Ukuran tumor sebesar 2 cm atau kurang dan belum menyebar ke kelenjar getah bening 
3. Stadium IA : kanker stadium I yang telah menyusup sampai kedalaman kurang dari 1 mm 
4. Stadium IB: kanker stadium I yang telah menyusup lebih dalam dari 1 mm 
5.  Stadium II : kanker ditemukan di vulva dan/atau perineu, dengan ukuran lebih besar dari 2 cm tetapi belum menyebar ke kelenjar getah bening 
6.  Stadium III : kanker ditemukan di vulva dan/atau perineum serta telah menyebar ke jaringan terdekat (misalnya uretra, vagina, anus) dan/atau telah menyebar ke kelenjar getah bening selangkangan terdekat. 
7. Stadium IVA : kanker telah menyebar keluar jaringan terdekat, yaitu ke uretra bagian atas, kandung kemih, rektum atau tulang panggul, atau telah menyebar ke kelenjar getah bening kiri dan kanan 
8. Stadium IVB : kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di dalam panggul dan/atau ke organ tubuh yang jauh.

VI. THERAPI
Terdapat 3 jenis pengobatan untuk penderita kanker vulva: 
1. Pembedahan 
 Eksisi lokal luas : dilakukan pengangkatan kanker dan sejumlah jaringan normal di sekitar kanker Eksisi lokal radikal : dilakukan pengangkatan kanker dan sejumlah besar jaringan normal di sekitar kanker, mungkin juga disertai dengan pengangkatan kelenjar getah bening 
 Bedah laser : menggunakan sinar laser untuk mengangkat sel-sel kanker 
 Vulvektomi skinning : dilakukan pengangkatan kulit vulva yang mengandung kanker 
 Vulvektomi simplek : dilakukan pengangkatan seluruh vulva 
- Vulvektomi parsial : dilakukan pengangkatan sebagian vulva
- Vulvektomi radikal : dilakukan pengangkatan seluruh vulva dan kelenjar getah bening di sekitarnya. 
 Eksenterasi panggul : jika kanker telah menyebar keluar vulva dan organ wanita lainnya, maka dilakukan pengangkatan organ yang terkena (misalnya kolon, rektum atau kandung kemih) bersamaan dengan pengangkatan leher rahim, rahim dan vagina. 
Untuk membuat vulva atau vagina buatan setelah pembedahan, dilakukan pencangkokan kulit dari bagian tubuh lainnya dan bedah plastik. 
2. Terapi penyinaran 
Pada terapi penyinaran digunakan sinar X atau sinar berenergi tinggi lainnya utnuk membunuh sel-sel kanker dan memperkecil ukuran tumor. 
Pada radiasi eksternal digunakan suatu mesin sebagai sumber penyinaran; sedangkan pada radiasi internal, ke dalam tubuh penderita dimasukkan suatu kapsul atau tabung plastik yang mengandung bahan radioaktif. 
3. Kemoterapi 
Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat tersedia dalam bentuk tablet/kapsul atau suntikan (melalui pembuluh darah atau otot). Kemoterapi merupakan pengobatan sistemik karena obat masuk ke dalam aliran darah sehingga sampai ke seluruh tubuh dan bisa membunuh sel-sel kanker di seluruh tubuh.
VII. Pathways

Pengobatan berdasarkan stadium 
Pengobatan kanker vulva tergantung kepada stadium dan jenis penyakit serta usia dan keadaan umum penderita. 
- Kanker vulva stadium 0 
1. Eksisi lokal luas atau bedah laser, atau kombinasi keduanya 
2. Vulvektomi skinning 
3. Salep yang mengandung obat kemoterapi 
- Kanker vulva stadium I 
1. Eksisi lokal luas 
2. Eksisi lokal radikal ditambah pengangkatan seluruh kelenjar getah bening selangkangan dan paha bagian atas terdekat pada sisi yang sama dengan kanker 
3. Vulvektomi radikal dan pengangkatan kelenjar getah bening selangkangan pada salah satu atau kedua sisi tubuh 
4. Terapi penyinaran saja. 
- Kanker vulva stadium II 
1. Vulvektomi radikal dan pengangkatan kelenjar getah bening selangkangan kiri dan kanan. Jika sel kanker ditemukan di dalam kelenjar getah bening, maka dilakukan setelah pembedahan dilakukan penyinaran yang diarahkan ke panggul 
2. Terapi penyinaran saja (pada penderita tertentu). 
- Kanker vulva stadium III 
1. Vulvektomi radikal dan pengangkatan kelenjar getah bening selangkangan dan kelenjar getah bening paha bagian atas kiri dan kanan. 
Jika di dalam kelenjar getah bening ditemukan sel-sel kanker atau jika sel-sel kanker hanya ditemukan di dalam vulva dan tumornya besar tetapi belum menyebar, setelah pembedahan dilakukan terapi penyinaran pada panggul dan selangkangan 
2. Terapi radiasi dan kemoterapi diikuti oleh vulvektomi radikal dan pengangkatan kelenjar getah bening kiri dan kanan 
3. Terapi penyinaran (pada penderita tertentu) dengan atau tanpa kemoterapi. 
- Kanker vulva stadium IV 
1. Vulvektomi radikal dan pengangkatan kolon bagian bawah, rektum atau kandung kemih ( tergantung kepada lokasi penyebaran kanker) disertai pengangkatan rahim, leher rahim dan vagina (eksenterasi panggul) 
2. Vulvektomi radikal diikuti dengan terapi penyinaran 
3. Terapi penyinaran diikuti dengan vulvektomi radikal 
4. Terapi penyinaran (pada penderita tertentu) dengan atau tanpa kemoterapi dan mungkin juga diikuti oleh pembedahan.
- Kanker vulva yang berulang (kambuh kembali) 
1. Eksisi lokal luas dengan atau tanpa terapi penyinaran 
2. Vulvektomi radikal dan pengangkatan kolon, rektum atau kandung kemih (tergantung kepada lokasi penyebaran kanker) disertai dengan pengangkatan rahim, leher rahim dan vagina (eksenterasi panggul) 
3. Terapi penyinaran ditambah dengan kemoterapi dengan atau tanpa pembedahn 
4. Terapi penyinaran untuk kekambuhan lokal atau untuk mengurangi gejala nyeri, mual atau kelainan fungsi tubuh. 

VII. PENCEGAHAN
Ada 2 cara untuk mencegah kanker vulva: 
1. Menghindari faktor resiko yang bisa dikendalikan 
2. Mengobati keadaan prekanker sebelum terjadinya kanker invasif.

Hipertensi Gravida
Batasan/Pengertian
Adapun batasan/pengertian Asuhan Kebidanan Multi Gravida dengan Hypertensi Kronis adalah :
2.1.1    Asuhan Kebidanan
Asuhan Kebidanan berdasarkan rumusan berbagai pakar dijelaskan sebagai berikut :
Asuhan Kebidanan adalah aktifitas atau intervensi yang dilaksanakan oleh bidan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/permasalahan khususnya dalam bidang KIA/KB. (Syahlan. JH, 1993 : 3)
Asuhan kebidanan merupakan bagian dari pelayanan yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga dalam rangka tercapainya keluarga kecil bahagia dan sejahtera. (Santosa. NI, 1995 : 16)
Manajemen kebidanan adalah metode dan pendekatan pemecahan masalah kesehatan ibu dan anak yang khusus dilakukan oleh bidan di dalam memberikan asuhan kebidanan kepada individu, keluarga dan masyarakat. (Santosa. NI, 1995 : 17)
2.1.2    Multi Gravida
Multigravida adalah seorang wanita yang telah beberapa kali hamil. (Sastrawinata. S, 1983 : 156)
2.1.3    Hypertensi Kronis Dalam Kehamilan
Hipertensi kronis dalam kehamilan adalah adanya penyakit hypertensi yang telah terjadi sebelum hamil ataupun diketemukan sebelum usia kehamilan 20 minggu atau hypertensi yang menetap 6 minggu paska persalinan, apapun yang menjadi sebabnya. (Winardi. B, 1991 : 2)
2.2       Batasan/Konsep Dasar Hypertensi Kronis
2.2.1    Batasan
Penyakit hypertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada permulaan nifas. (Sastrawinata. S, 1984 : 90)
2.2.2    Klasifikasi Hypertensi
Menurut American Committee and Maternal Welfare yang dikutip oleh Sulaeman Sastrawinata dalam buku Obstetri Patologi tahun 1981, klasifikasi hypertensi adalah sebagai berikut :
2.2.2.1 Hypertensi yang hanya terjadi dalam kehamilan dan khas untuk kehamilan ialah preeklampsia dan eklampsia.
2.2.2.2 Hypertensi Kronis
Diagnosa dibuat atas adanya hypertensi sebelum kehamilan atau penemuan hypertensi sebelum minggu ke 20 dari kehamilan dan hypertensi ini tetap setelah kehamialn berakhir.
2.2.2.3 Preeklampsia dan eklampsia yang terjadi atas dasar hypertensi yang kronis. Pasien dengan hypertensi yang kronis sering memberat penyakitnya dalam kehamilan dengan gejala-gejala hypertensi yang naik, proteinuri dan edema serta kelainan retina.
2.2.2.4 Transient Hypertensi
Diagnosa dibuat kalau timbul hypertesi dalam kehamilan atau dalam 24 jam pertama dalam nifas pada wanita yang tadinya normotensi dan yang hilang dalam 10 hari post partum.
2.2.3    Derajad Beratnya Hypertensi Akibat Kehamilan
Hypertensi akibat kehamilan dapat diklasifikasikan ke dalam bagian ringan atau berat, menurut frekuensi dan intensitas kelainannya. Adalah penting untuk menyadari bahwa suatu keadaan yang kelihatannya ringan dapat menjadi berat. (Winardi. B, 199: 8)

Tabel 2.1 Indikator Derajad Beratnya Hypertensi Akibat Kehamilan

Kelainan                                              Ringan                                     Berat
Tekanan Distolik                                 < 100mmHg                            > 110mmHg

Proteinnuri                                          1+                                            ³ 2+

Sakit kepala                                          tidak ada                                 ada
Gangguan penglihatan                      tidak ada                                 ada
Nyeri perut atas                                   tidak ada                                 ada
Oliguri                                                    tidak ada                                 ada
Kejang                                                   tidak ada                                 ada
Creatinin serum                                  normal                                     meningkat
Trombosito penia                                tidak ada                                 ada
Hyperbilirubinemia                              tidak ada                                 ada
SGOT                                                     minimal                                   nyata
Fetal Growth Retardasion                 tidak ada                                 ada jelas
Sumber : Pritcard, Mac Donald, Giant. William Obstetri, 1991 : 612
2.2.4    Patofisiologi Hipertensi Kronis
Terdapat banyak akibat hypertensi karena kehamilan yang terjadi pada ibu, berikut akan dibahas berdasarkan analisa kelainan kardiovaskuler, hematologik, endokrin, elektrolit, renal, hepatik dan serebral. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991: 616)
2.2.4.1 Sistem Kardiovaskuler
Meskipun terdapat peningkatan curah jantung pada ibu hamil normal, tekanan darah tidak meningkat, tetapi sebenarnya menurun sebagai akibat resistensi perifer berkurang. Pada ibu hamil dengan hypertensi, curah jantung biasanya tidak berkurang, karena curah jantung tidak berkurang sedang konstriksi arteriol dan tahanan perifer naik, maka tekanan darah akan meningkat. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991 : 616)
2.2.4.2 Hematologik
Perubahan-perubahan hematologik penting yang ditemukan pada wanita hypertensi ialah penurunan atau sebenarnya tidak terjadinya hypervolemia yang normal pada kehamilan, perubahan-perubahan mekanisme koagulasi dan adanya peningkatan dekstruksi eritrosit. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991 : 619)
2.2.4.3 Endokrin
Pada kehamilan normal, kadar plasma renin, angiotensin II dan aldosteron meningkat. Sebaliknya pada hypertensi karena kehamilan, bahan tersebut biasanya menurun mendekati batas normal pada keadaan tidak hamil.
Peningkatan aktivitas hormon anti deuritik juga menyebabkan oliguri, kadar chorionic gonadotropin dalam plasma meningkat secara tidak tetap sebaliknya lactogen placenta menurun. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991 : 620)
2.2.4.4 Cairan dan Elektrolit
Biasanya volume cairan ekstraselular pada wanita dengan preeklampsia dan eklampsia sangat bertambah melebihi penambahan volume yang biasanya terjadi pada kehamilan normal. Mekanisme yang menyebabkan ekspansi cairan yang patologis belum jelas. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991 : 621)
2.2.4.5 Perubahan Hepar
Pada HKK (Hipertensi Karena Kehamilan) yang berat, kadang terdapat kelainan hasil pemeriksaan hati yang meliputi peningkatan SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminace), hyperbilirubin yang berat jarang terjadi. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991 : 623)
2.2.5    Pengaruh Hipertensi Terhadap Kehamilan
Sebagai akibat penurunan sirkulasi uteroplasenta maka konsumsi makanan       terhadap janin juga mengalami penurunan. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan badan janin merupakan akibat yang paling sering, dalam penelitian mendapatkan frekuensi 15% bayi IUGR dan 27% bayi premature walaupun dilakukan perawatan standart. (Winardi. B, 1991 : 5)
Diduga bahwa kapasitas nutrisi plasenta dalam keadaan tersebut dipacu oleh peningkatan tekanan perfusi, dengan ini pula maka peningkatan klirens dehidroisoandosteron sulfat. (Winardi. B, 1991 : 6)
Solusio placenta sejak lama diketahui lebih sering dijumpai pada ibu dengan hypertensi. Insiden tertinggi didapatkan pada ekslampsi 23,6% disusul hypertensi kronis 10% dan pre  eklampsi 2,3%.(Winardi. B, 1991 : 6)
2.2.6    Pengaruh Kehamilan Terhadap Hypertensi
Dikatakan 60% dari wanita yang menderita hypertensi kronis, pada saat hamil akan mengalami kenaikan tekanan darah, 15-30% mempunyai resiko untuk mendapatkan superimposed pre eklampsia.
Resiko terjadinya superimposed pre eklampsi tidak tergantung pada tingkat hypertensinya. Bila terjadi penurunan fungsi renal (BUN > 20mg%) kreatinin serum       > 1,5mg% pada keadaan hypertensi kronis, maka resiko terjadinya superimposed pre eklampsi mendekati angka 100%.
Dengan meningkatnya tensi pada saat hamil maka resiko lain juga menjadi lebih tinggi misalnya infark miokard akut, CVA, payah jantung, gagal ginjal, hematuria. (Winardi. B, 1991 : 6)
2.2.7    Diagnosa
2.2.7.1  Diagnosa hypertensi ditegakkan dengan pengukuran secara serial dalam waktu berbeda-beda, dengan selang waktu beberapa jam sampai beberapa hari, teknik pemeriksaan sangat penting diperhatikan, karena harus dilakukan dengan benar. (Winardi. B, 1991 : 7)
2.2.7.2 Cara Pengukuran
Cara pengukuran tekanan darah yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
1.  Memakai alat sphygnomanometer air raksa dengan menggunakan sthetoscope yang baik (peka)
2.  Posisi duduk praktis untuk skrining
3.  Posisi berbaring lebih memberikan hasil yang bermakna
4.  Lengan atas harus bebas dari baju yang ketat
5. Memakai cuff yang sesuai (dapat melingkari 2/3 panjang lengan atas).  (Winardi. B, 1991 : 7)
2.2.7.2  Diagnosa hypertensi kronis
Diagnosa hypertensi kronis harus memnuhi kriteria sebagai berikut :
1. Terjadi sebelum hamil atau sebelum 20 minggu kehamilan
2. Tidak ada proses mola (Winardi. B, 1991 : 7)
Apabila penderita datang pertama kali sesudah minggu 20-24 kehamilan, sulit untuk membedakannya dengan PIH. Secara khusus kita bisa mengadakan diagnosa banding dengan beberapa ciri yang agak berbeda dengan PIH antara lain sebagai berikut :

Tabel 2.2 Perbedaan Hypertensi Kronis dengan PIH

Differensial Diagnosa

Karakteristik                                          Hypertensi  Kronis                                             PIH
1. Onset                                                 sebelum hamil/                              sesudah minggu 20 -
                                                                                                                           hamil < 20 – 21 minggu   24 kecuali penyakit
                                                                                                                           tropoblast
2.  Usia                                                  biasanya relatif  tua                       relatif  muda
3.  Paritas                                              biasanya multi                                biasanya primi
4   Nutrisi                                               diet adekuat                                    diet protein inadekwat
5.  Roll Over Test                                 negatif                                              positif
6.  Sesudah persalinan                     permanen, sesudah 3 bulan       biasanya hilang 6 mg pp selalu hilang 3 bln pp
7. Riwayat keluarga                            positif                                                biasanya negatif
8. Proteinun                                          seringkali negatif                            biasanya  positif
Sumber : Winardi, B. 1991. Hipertensi Kronis Pada Wanita Hamil : 8
2.2.7.4 Pemeriksaan Labotarium
Pemeriksaan pendahuluan diperlukan untuk menyingkirkan penyakit yang secara sekunder dapat menyebabkan hypertensi antara lain :
1. Faal ginjal        : untuk mengetahui kemungkinan penyakit ginjal menahun seperti pielonefritis akut, polikistik,dll.
2. Cultur urine     : untuk mengetahui kemungkinan infeksi ginjal.
(Winardi. B, 1991 : 8)
2.2.7.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakan diagnosa hipertensi kronis adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan mata : dengan funduscopy untuk evaluasi lamanya penyakit diderita
2. Pemeriksaan jantung : dengan bantuan ECG dapat kita diagnosa adanya komplikasi pembesaran jantung yang menggambarkan lamanya proses hypertensi.
(Winardi. B, 1991 : 8)
2.2.7.6 Pemantauan Kesejahteraan Janin
Oleh karena penyakit hypertensi kronis sering kali menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin, maka pemantauan kesejahteraan janin mutlak harus dilakukan. Pemantauan bisa dilaksanakan dengan cara paling sederhana berupa pemantauan pertambahan berat badan, tinggi furdus uteri hingga paling canggih dengan pamakaian USG, NST dll. (Winardi. B, 1991 : 9)
2.2.8    Penatalaksanaan
Tujuan dari pengelolaan/pengobatan penderita hypertensi kronis pada wanita hamil adalah :
2.2.8.1 Untuk mempertahankan aliran darah pada uterus terutama pada saat pembentukan plasenta.
Usaha – usaha yang di perlukan untuk mencapai usaha tersebut adalah :
Tirah baring
Tirah baring terutama pada siang hari mulai setidak-tidaknya 1 jam dalam sehari dan ditingkatkan sesuai umur kehamilan. Curet menganjurkan bed rest selama 4 jam pada siang hari disamping tidur malam 10 jam. (Winardi. B, 1991 : 10)
Keunggulan tirah baring ini dapat meningkatkan perfusi utero placenta terutama pada posisi tidur miring kiri.
Tirah baring absolut tidaklah diperlukan. Dikatakan bahwa absolute bed rest dapat meningkatkan resiko embas paru. Selain itu dari segi psikologis ibu kurang menguntungkan. Pada hypertensi yang berat disarankan tirah baring sampai saat persalinan.
Pemberian Obat
Pemberian phenobarbital dikatakan dapat meningkatkan keberhasilan program tirah baring ini. Apabila tirah baring dan pemberian sedatif  ringan tak memberikan respon, perlu dipikirkan pemberian anti hypertensi. (Winardi. B, 1991: 12)
Diet
Diet yang baik diperlukan bagi pertumbuhan janin dalam rahim. Kandungan protein minimal 90 gr setiap hari. Diet rendah garam tidak ada keuntungan, bila didapatkan proteinuri maka suplement pengganti protein yang hilang harus dipikirkan. Pada penderita obesitas ada baiknya menurunkan berat badan. (Winardi. B, 1991 : 12)
2.2.8.2 Untuk mengendalikan hypertensi dan mencegah superimposed pre eklampsia/eklampsia.
Pada hypertensi ringan terapi yang diajarkan adalah tirah baring saja dengan pemantauan yang rutin 2x seminggu, sampai minggu ke 30, sesudahnya seminggu sekali, bila perlu dapat diberikan phenobarbital, juga diet seimbang karbohidrat. Sedangkan obat anti hypertensi yang sering dipakai adalah alfa metildopa, beta blockers, hidralazin, clonidine, prazosun, antagonis kalsium, diuretikum. (Winardi. B, 1991 : 12)
2.2.8.3 Pengakhiran kehamilan bila keadaan menjelek atau terjadi gangguan pertumbuhan janin, apabila janin mampu hidup diluar tubuh ibu.
Oleh karena disfungsi plasenta seringkali terjadi pada hypertensi esensial yang berat, dan kematian bayi pada umur kehamilan 38 mg tidak berbeda dengan kehamilan aterm, maka induksi persalinan dianjurkan.
Indikasi penyelesaian kehamilan dapat datang dari ibu maupun janin, indikasi itu meliputi:
Peningkatan serum kreatinin > 50% dari pemeriksaan sebelumnya, gangguan neurologik berat, platelet count dibawah 100x109/1, hypertensi tak terkontrol, peningkatan serum bilirubin.
Indikasi anak : berkurangnya pertumbuhan dan pergerakan janin, maturitas paru, kardiotokografi abnormal.
Cara penyelesaian persalinan dilakukan sesuai dengan situasi dan persyaratan yang ada. (Winardi. B, 1991 : 19)
2.3     Konsep Asuhan Kebidanan Pada Ibu Multi Gravida Dengan Hypertensi Kronis
Penerapan manajemen kebidanan dalam bentuk kegiatan praktik kebidanan dilakukan melalui proses yang disebut langkah-langkah proses manajemen kebidanan. Langkah-langkah itu meliputi : pengkajian, analisa data, diagnosa, masalah dan kebutuhan, intervensi, implementasi dan evaluasi hasil tindakan.
Proses manajemen kebidanan merupakan proses yang terus menerus dilaksanakan, dan kemudian timbul masalah baru maka proses kembali ke langkah pertama. (Santosa. NI, 1995 : 6)
2.3.1    Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dalam melaksanakan asuhan kebidanan. Kegiatan yang dilakukan adalah anamnesa, pemeriksaan data obyektif yang meliputi palpasi, auskultasi, perkusi, inspeksi serta pemeriksaan penunjang.
2.3.1.1 Anamnesa
Anamnesa ialah tanya jawab antara penderita dan petugas kesehatan tentang data yang diperlukan.
Tujuan anamnesa meliputi : untuk mengetahui keadaan penderita, membantu menegakkan diagnosa dan agar dapat mengambil tindakan segera bila diperlukan. (Ibrahim. C,1996 : 80)
Hal-hal yang ditanyakan pada saat anamnesa meliputi :

Anamnesa

Rasional

1.      Anamnesa Umum
Biodata terdiri darai nama klien dan suami, usia, suku bangsa, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan dan penghasilan serta alamat.Pada penderita dengan Hipertensi Kronis, usia biasanya lanjut atau lebih dari 35 tahun.
2.      Anamnesa kesehatan keluarga
Terdiri dari penyakit keluarga klien, apa ada yang menderita penyakit keturunan (asma), diabetes mellitus, haemophili keturunan kembar dan penyakit kronis. Pada penderita dengan Hipertensi Kronis ditanya pula apakah dari pihak keluarga ada yang menderita penyakit hipertensi.
3.      Anamnesa kesehatan klien
Yang perlu ditanyakan adalah sakit kepala, gangguan mata, nyeri perut atas, dan apakah sebelum hamil atau sebelum usia kehamilan 20-21 minggu pernah menderita hipertensi .
4.      Anamnesa kebidanan terdiri dari
Riwayat kehamilan ini ( keluhan nutrisi, pola eliminasi, astifitas, pola istirahat/tidur, seksualitas, imunisasi)
Riwayat menstruasi (menarche, lama haid, siklus, jumlah darah haid, dismenorrhae, keluhan, hari pertama haid terakhir, fluor)
Riwayat kehamilan, persalinan, nifas dan KB yang lalu, apakah pernah disertai dengan hipertensi.
Dengan adanya biodata kita dapat mengenal klien serta diketahui permasalahan yang timbul sehingga lebih terbuka membicarakan masalah kepada petugas kesehatan. (Ibrahim. C, 1996 : 81)



Dengan menanyakan penyakit/kesehatan keluarga dapat diketahui penyakit yang mempengaruhi kehamilan, langsung ataupun tak langsung. (Ibrahim. C, 1996 : 83)




Dengan menanyakan gangguan subyektif kepada klien dapat membantu menegakkan diagnosa



Dengan menanyakan riwayat kehamilan sekarang diharapkan petugas kesehatan mengetahui keadaan kehamilannya. (Ibrahim. C, 1996 : 85)
Dengan menanyakan riwayat menstruasi untuk membantuk menegakkan diagnosa (umur kelahiran) dan tafsiran persalinan

Dengan menanyakan riwayat kehamilan, persalinan, nifas, KB yang lalu maka petugas kesehatan dapat memperkirakan kelainan pada kehamilan maupun persalinan
2.3.1.2 Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan umum adalah pemeriksaan yang lengkap dari penderita untuk mengetahui keadaan atau kelainan dan penderita.
Tujuan dari pemeriksaan umum : untuk mengetahui kesehatan umum ibu dan mengetahui adanya kelainan yang dapat mempengaruhi kehamilan. (Ibrahim. C,1996: 87)
Pemeriksaan umum pada ibu hamil dengan hypertensi kronis meliputi :
No

Pemeriksaan

Rasional

1.
2.
3.
Keadaan umum meliputi :
-  Postur tubuh klien (tinggi atau pendek) bentuk perut klien, ekspresi klien (lesu, pucat atau senang). (Ibrahim. C, 1996 : 87)


Tanda-tanda vital
-  Tekanan darah : pada usia kehamilan 20-30 minggu. Normalnya pada wanita hamil dibagi menurut umur sebagai berikut :
20 tahun                   : Tekanan darah 120/80 mmHg
20-30 tahun             : Tekanan darah 110/70 mmHg
(Ibrahim. C, 1996 : 91).
Pada penderita dengan hipertensi kronis didapatkan tekanan darah   >140/90 mmHg sebelum hamil atau sebelum usia kehamilan  20-21 minggu.
-  Nadi : dihitung 15 menit dikalikan empat, menghitung dengannadi pada pergelangan tangannya. (Bouwhizen. M, 1986 : 28)




- Suhu : suhu badan normalnya 36,5oC-37.5oC. (Bouwhizen. M, 1986 : 14)







-  Respirasi : respirasi dihitung dari keteraturan pernapasan  normalnya 18-24 x 1 menit. (Bouwhizen. M, 1986 : 28)





Mengukur berat badan
Beratbadan pertambahannya sampai hamil genap bulan lebih kurang 11-11,5 kg sehingga kenaikan rata-rata berat badan setiap minggu 0.5 kg. (Ibrahim. C,1996 : 110)
Pada penderita Hipertensi Kronis yang mengarah kearah superimposed pre eklampsia didapatkan kenaikan berat badan yang melebihi dari normal.
Mengukur tinggi badan
Pengukuran tinggi badan dilakukan pada ibu yang pertama kali datang. Tinggi badan tidak boleh £ 145 cm. (Manuaba. IBG, 1998 : 37)

Mengukur lingkaran lengan atas (LILA) normalnya ³23,5 cm. (Santosa. NI, 1995 : 67)
Dengan melihat keadaan umum pasien atau klien dapat diketahui keadaannya normal atau menunjukkan adanya kelainan
Pada wanita hamil yang dikatakan darahnya lebih dari normal perlu mendapat pengawasan dan nasehat untuk banyak istirahat dan pengaturan denyut




Pada penderita yang mengalami kehilangan darah maka frekuensi denyut nadi pergelangan tangan akan meningkat dan denyutnya lebih sukar diraba
Pada penderita dengan suhu tubuh lebih dari 38oC menunjukkan orang yang bersangkutan mengalami demam, kalau suhu tubuh kurang dari 35oC maka orang tersebut mengalami suhu rendah.

Dengan menghitung pernapasan dapat kita ketahui apakah pernapasan penderita terhenti sama sekali atau tidak, sehingga perlu segera diambil tindakan untuk menyelamatkan penderita
Dengan mengukur berat badan dan memantau hasilnya. Pada kenaikan berat badan yang lebih dari 0,5 tiap minggunya dan disertai adanya aedema pada trimester III harus diwaspadai
Dengan mengukur tinggi badan dapat kita ketahui apakah ibu hamil masih belum katagori resiko tinggi atau resiko rendah
Dengan mengukur LILA dapat diketahui status gizi ibu (apakah mengalami kekurangan energi kalori atau tidak)
2.3.1.3 Pemeriksaan fisik dibagi menjadi :
1.        Pemeriksaan Inspeksi ialah
Pemeriksaan Inspeksi ialah
memeriksa penderita dengan melihat atau memandang.
Tujuan dari inspeksi ialah melihat keadaan umum penderita melihat gejala-gejala kehamilan dan kemungkinan adanya kelainan-kelainan. (Ibrahim. C,1996: 111)

Hal-hal yang diperiksa

Rasional
Kepala dan muka (muka, mata, hidung, bibir dan gigi),  apakah ada oedema dan gangguan penglihatan.

Keadaan leher (kelenjar gondok, linfe, struma, pembesaran vena jogularis)


Keadaan buah dada (betuk, warna kelainan, puting susu, coloustrun)



Keadaan perut (bentuk perut, pembesaran, striae, linea, luka parut)


Keadaan vulva (aedema, tandu chadwik, varisei, fluxus, flour, candi lama)


Keadaan tungkai (aedema, varises, luka dari pangkal paha samapai ujung kaki)
Dengan melihat kepala dan muka dapat disampaikan keadaan klien sehat, gembira, sakit atau sedih. (Ibrahim. C, 1996 : 112)
Dengan melihat keadaan leher adalah pembesarannya kemungkinan adanya gangguan kardiokvasikuler. (Ibrahim. C, 1996 : 113)
Dengan melihat keadaan buah dada dapat diketahui bentuk puting susu sehingga bila ada kelainan harus mendapat perawatan atau pemeliharaan yang baik. (Ibrahim. C, 1996 : 114)
Dengan melihat perut bila ada luka parut mungkin akan berpengaruh atau mempengaruhi kehamilan dan persalinan. (Ibrahim. C, 1996 : 114)
Dengan melihat keadaan vulva untuk mencegah terjadinya infeksi waktu persalinan maupun nifas. (Ibrahim. C, 1996 : 115)
Dengan melihat anggota bagian bawah terutama tungkai dapat dipakai untuk menegakkan diagnosa. (Ibrahim. C, 1996 : 115)
2.  Pemeriksaan Palpasi
Pemeriksaan palpasi ialah memeriksa klien dengan meraba. Tujuan dari pemeriksaan palpasi meliputi usia kehamilan, posisi, letak dan presentasi janin serta adanya kelainan.
Hal-hal yang diperiksa meliputi :

Pemeriksaan

Rasional

Leher meliputi kelenjar thygroid, linfe dan vena jogularis
Dada meliputi benjolan, nyeri tekan pada payudara, pengeluaran coloustrum

Abdomen meliputi leopold I, II, III, IV


Tungkai
Dengan pemeriksaan palpasi pada leher untuk mengetahui kelainan seacara dini
Dengan pemeriksaan dada untuk mengetahui adanya tumor payudara dan pengeluaran coloustrum
Dengan palpasi abdomen maka dapat diketahui usia kehamilan dan posisi janin
Dengan palpasi tungkai maka dapat diketahui adanya kelainan yang menyertai kehamilan. (Ibrahim. C, 1996 : 121)
Untuk menentukan tinggi fundus uteri dan umur kehamilan :
Umur kehamilan
Tinggi findus uteri (jari)
Tinggi firdus uteri (cm)
0-12 minggu
16 minggu
20 minggu
24 minggu
28 minggu
32 minggu

36 minggu



40 minggu
Belum berubah
3 jari atas symphisis
3 jari bawah pusat
Setinggi pusat
3 jari diatas pusat
Antara pusat dan processus xyphoideus
Lengkungan tulang iga atau lebih kurang 3 jari dibawah processus xyphoideus
3 jari dibawah processus xyphoideus
(Ibrahim. C, 1996 : 124)
-
-
20 cm
23 cm
26 cm

30 cm



33 cm
3. Pemeriksaan Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi adalah memeriksa klien dengan mendengarkan detil jantung janting, untuk menentukan keadaan janin didalam rahim hidup atau mati. (Ibrahim. C,1996 : 137)
4. Pemeriksaan Perkusi
Pemeriksaan perkusi adalah memeriksa klien dengan mengetuk lutut bagian depan menggunakan refleks hammer untuk mengetahui kemungkinnan klien mengalami kekurangan vitamin B1. (Syahlan. JH, 1993 : 68)
2.3.1.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan labotarium (urin dan darah) kalau perlu rontgen, ultrasonografi dan Non Stres Test (NST). (Santosa. NI, 1996 : 6 )
2.3.2    Analisa Data, Diagnosa, Masalah, Kebutuhan
Analisa, diagnosa, masalah adalah interpretasi dan data ke dalam masalah-masalah yang khusus atau diagnosa-diagnosa. (Varney, 1997 : 25)
Hasil dari perumusan masalah merupakan keputusan yang ditegakkan oleh bidan yang disebut diagnosa kebidanan.
Diagnosa kebidanan mencakup : kondisi klien yang terkait dengan masalah-masalah utama dan penyebab utamanya (tingkat resiko), masalah potensial dan prognosa (Syahlan, 1995 : 9)
Masalah potensial adalah masalah yang mungkin timbul dan bila tidak segera diatasi  akan mengganggu keselamatan hidup klien. (Syahlan, 1995 : 10)
Analisa data dalam rangka menentukan diagnosa atau masalah klien meliputi pengelompokkan data sejenis, yang dapat menunjang untuk merumuskan suatu diagnosa, masalah ataupun kebutuhan klien. Analisa data pada klien dengan hypertensi kronis meliputi :
2.3.2.1 Diagnosa
Multi gravida dengan hypertensi kronis
Data pendukung : 1. Kehamilan lebih dari satu kali, 2. Tekanan darah arteri melebihi 140/90 mmHg, 3. Tidak terdapat protein dalam urine, 4. Oedema ekstremitas hanya sedikit atau tidak ada. (Muchtar. R, 1998 : 158)
2.3.2.2 Masalah
Adapun masalah-masalah yang timbul pada ibu hamil dengan hypertensi kronis adalah :
Gangguan rasa nyaman pusing, data pendukung : 1. Klien mengeluh kadang-kadang kepala pusing, 2. Keadaan umum ibu baik, 3. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih.
2.3.2.3 Kebutuhan
Nasehat yang dapat dianjurkan pada ibu hamil dengan hypertensi kronis adalah sebagai berikut :
1.  Istirahat (tirah baring)
2.  Pemberian obat anti hypertensi
3.  Diet nutrisi seimbang
4.  Pemantauan kahamilan
5.  Pengenalan tanda-tanda persalinan
6.  Pengenalan gawat janin
2.3.2.4 Diagnosa Potensial
Diagnosa potensial terhadap kasus hypertensi kronis pada ibu hamil meliputi :
1. Toxemia Gravidarum
Data pendukung : 1. Tekanan darah ³ 140/90 mmHg, 2. Terdapat protein didalam urine, 3. Oedema pada extremitas, 4. Disertai gejala-gejala subyektif seperti sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan, oliguri dan berat badan meningkat secara berlebihan.
2. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin
Data pendukung : Non Stres Test (NST)
3. Partus Prematur
Data pendukung : partus usia kehamilan £ 37 minggu.
4. Solusio Placenta
Data pendukung : 1. Keluarnya darah berwarna kehitaman yang disertai rasa nyeri, 2. Palpasi rahim teraba keras seperti papan, 3. Anemia, 4. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi rahim bertambah).
2.3.3    Perencanaan
Berdasarkan diagnosa, masalah, kebutuhan yang ditegakkan, bidan menyusun rencana tindakan. Rencana tindakan mencakup tujuan dan langkah-langkah yang akan dilakukan oleh bidan dalam melakukan intervensi.
Langkah-langkah penyusunan rencana kegiatan adalah sebagai berikut :
2.3.3.1 Menentukan tujuan tindakan yang akan dilakukan. Di dalam tujuan dikemukakan sasaran dan hasil yang akan dicapai.
2.3.3.2 Menentukan kriteria evaluasi dan keberhasilan tindakan. Kriteria evaluasi dan hasil tindakan ditentukan untuk mengukur keberhasilan dan pelaksanaan asuhan yang dilakukan.
2.3.3.3 Menentukan langkah-langkah tindakan sesuai dengan masalah dan tujuan yang akan dicapai.
Langkah-langkah tindakan mencakup : kegiatan yang dilakukan secara mandiri, kegiatan kolaborasi dan rujukan. (Syahlan, 1995 : 10-11)
Perencanaan yang terdapat pada kehamilan dengan hypertensi kronis adalah sebagai berikut :
Rencana

Rasional

1.      Diagnosa
Multigravida dengan hypertensi kronis
Tujuan :
Setelah dua minggu dilakukan       asuhan kebidanan maka gejala hypertensi kronis hilang
Kriteria hasil :
Tekanan darah £ 140/90 mmHg, pemeriksaan kehamilan normal
Rencana
Jelaskan pada klien tentang kehamilan nya dan hal-hal yang harus  diperhatikan



Anjurkan pada klien istirahat yang cukup setidakanya 1 jam pada siang hari dan 10 jam pada tidur malam.
Anjurkan pada klien untuk mengkonsumsi diet gizi seimbang.


Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti hypertensi.

Jelaskan tanda-tanda bahaya kehamilan dan anjurkan untuk segera ke rumah sakit bila ada tanda-tanda itu.

Anjurkan pada klien untuk kontrol satu minggu atau sewaktu-waktu bila ada keluhan.
Masalah
Gangguan rasa nyaman, pusing
Tujuan :
Setelah 7 hari dilaksanakan asuhan kebidanan pada klien dengan hypertensi kronis rasa nyaman terpenuhi
Kriteria :
Keluhan kepala pusing tidak ada tekanan darah £ 140/90 mm Hg klien merasa nyaman
Rencana :
Kaji penyebab timbulnya rasa pusing pada klien


Jelaskan pada klien tentang cara mengatasi rasa pusing


Anjurkan pada klien untuk sering jalan-jalan pagi hari sesuai batas kemampuan




Kebutuhan:
HE  tentang kehamilan resiko tinggi .
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil multigravida dengan hypertensi kronis selama 24 jam, klien memahami akan kehamilannya.
Kriteria :
Ekspresi wajah tenang
perasaan khawatir hilang
istirahat cukup
Rencana :
Kaji penyebab rasa cemas dan pengaruh rasa cemas dan pengaruh cemas terhadap kehamilan

Anjurkan pada klien untuk sering menyimak berita soal kehamilan seperti majalah, TV atau radio
Berikan dukungan dan juga dari keluarga secara ramah dan tenang terhadap kehamilan klien

Anjurkan untuk kontrol teratur setiap satu minggu sekali











Dengan penjelasan yang diberikan diharapkan klien mengerti dan memahami kelainan pada kehamilannya sehingga termotivasi untuk mengatasi masalah yang timbul
Keuntungan tirah baring dapat meningkatkan perfusi uteroplacenta terutama pada posisi tidur miring kiri.
Dengan mengkonsumsi diet gizi seimbang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan metabolisme klien dan pertumbuhan janin didalam rahim.
Dengan melakukan kolaborasi, bidan melakukan fungsi dependent untuk membantu mempertahankan kondisi klien.
Dengan mengetahui tanda-tanda berbahaya kehamilan diharapkan klien dapat segera mengambil keputusan yang cepat dan tepat.
Dengan kontrol teratur diharapkan kesejahteraan ibu dan janin dapat dipantau dengan baik.











Dengan mengetahui penyebab rasa pusing, intervens yang diberikan diharapkan dapat lebih mengena faktor penyebabnya.
Dengan penjelasan alternatif-alternatif cara mengatasi/mengurangi pusing diharapkan dapat mengurangi masalah klien
Dengan jalan-jalan pagi akan menyebabkan relaxasi otot sehingga kehamilan dan persalinan dapat berlangsung dengan baik, dan yang lebih penting klien akan nampak selalu segar dan sehat












Cemas yang berlebihan dapat menyebabkan vasukonstriksi sehingga terjadi vasuspasme dan akhirnya menambah peningkatan tekanan darah
Dengan pengetahuan diharapkan dapat mengurangi tingkat kecemasan klien

Dengan dukungan dari orang-orang terdekat, diharapkan dapat mengurangi beban psikis klien karena lingkungan banyak yang peduli terhadap klien
Dengan kontrol teratur, dapat dipantau kesejahteraan janin sehingga mengurangi kecemasan klien terhadap keadaan bayinya
2.3.4    Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah disusun. Beberapa prinsip dalam pelaksanaan tindakan meliputi :
2.3.4.1 Tindakan kebidanan apa yang dapat dikerjakan sendiri, dibantu atau dilimpahkan kepada staf  lainnya, kepala klien atau keluarga serta di rujuk kepada tenaga lain dari team kesehatan.
2.3.4.2 Penguasaan pengetahuan dan ketrampilan bidan tentang tindakan yang  dilakukan.
2.3.4.3 Mengamati hasil dari tindakan yang diberikan petugas kesehatan.
dan mengadakan konsultasi atau Mencatat jika perlu dilakukan rujukan.   (Santosa. NI, 1993 : 131-132)
2.2.4.4  Mencatat dan mengadakan konsultasi jika perlu di lakukan perujukan (Santosa. NI, 1993 : 131-132)
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi tindakan merupakan langkah terakhir dalam melaksanakan manajemen kebidanan. Setelah dilakukan evaluasi, bidan merencanakan pada klien yang telah dilakukan tindakan kebidanan, perlu atau tidak melakukan follow up. Apabila perlu dilakukan follow up, harus direncanakan bentuk dan waktu follow up terhadap klien. Sehingga klien mendapatkan asuhan kebidanan yang kompresiensif dan berkesinambungan. (Santosa. NI, 1993 : 132)